Sukses

Rupiah Melemah, Pemilik Mayapada Yakin RI Tak Bakal Krisis

Pemilik Mayapada Group Dato Sri Tahir menyatakan, kondisi Indonesia sekarang berbeda jauh dengan saat krisis 1998.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilik Mayapada Group Dato Sri Tahir mengaku masih yakin dengan kondisi ekonomi saat ini meski nilai tukar rupiah telah menembus level 15.200 per dolar Amerika Serikat (AS).

Dia mengungkapkan, dalam 4 tahun terakhir, ekonomi Indonesia tergolong stabil dan terus tumbuh. Bahkan Indonesia juga mendapatkan kepercayaan dari berbagai lembaga peringkat dunia.

"Saya optimistis ekonomi Indonesia. Kita di bawah Pak Presiden selama 4 tahun ini cukup bagus sekali, stabil semua. Rating dari luar negeri juga mengatakan baik, invesment oportunity di sini juga kondusif dan banyak asing masuk," ujar dia di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Senin (15/10/2018).

Tahir menyatakan, kondisi Indonesia sekarang berbeda jauh dengan saat krisis 1998. Saat itu, Indonesia memang benar-benar mengalami krisis, bukan hanya dari mata uang yang anjlok, tetapi juga kondisi ekonominya.

"Lain sekali dengan 1997-1998. Pada 1997-1998 kita alami empat krisis ya, banking krisis, curency krisis, trade defisit dan political krisis. Tapi sekarang satu pun tidak ada. Bank kita liat stabil, kita punya second reserve 15 persen jauh di atas BI, jauh di atas OJK punya permintaan," jelas dia.

Soal rupiah yang terus melemah, Tahir mengungkapkan hal ini harus dilihat dari sudut pandang lain. Dan yang mengalami depresiasi bukan hanya rupiah, tetapi juga mata uang negara lain di dunia.

"Saya kira bukan kita lemah, artinya dolar menjadi kuat ya. Yang lemah bukan hanya kita saja, China juga, curency yang lain juga lemah, tidak ada yang kuat. Jadi hanya adjusment saja," tandas Tahir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Ada Kata Terlambat untuk Bantu Kuatkan Rupiah

Untuk diketahui, Dato Sri Tahir menukarkan mata uang asing miliknya, yang terdiri dari USD 93 juta dan SGD 55 juta atau setara Rp 2 triliun kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Tahir mengungkapkan, alasan utamanya menukarkan dolar ke rupiah dalam jumlah besar untuk membantu menstabilkan mata uang nasional ini. Terlebih saat ini rupiah telah menembus level Rp 15.200 per dolar AS. 

"Kita kalau setor modal bisa rupiah dan dolar, tapi sekarang kita tahu bahwa rupiah ini dalam keadaan masih mencari posisi yang terbaik," ujar dia di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Senin (15/10/2018).

Selain menukarkan dolar, saat program pengampunan pajak (tax amnesty) digelar oleh pemerintah, Tahir menyatakan dirinya juga ikut dalam program tersebut dan membawa pulang dananya ke Indonesia.

"Sebagai seorang warga negara, kebetulan kita juga sudah lakukan tax amnesty. Jadi saya pikir dari pada ditaruh di luar negeri, kembalikan ke sini dulu saja. Waktu itu ada rencana untuk aksi korporasi di Singapura, dan kita bayar tax amnesty-nya 4 persen karena waktu itu tidak termasuk repatriasi. Dan sekarang kita kembalikan ke Indonesia," ungkap dia.

Tahir mengungkapkan, tidak ada alasan khusus mengapa baru menukarkan dolarnya sekarang. Hal terpenting tidak ada kata terlambat untuk membantu rupiah untuk kembali menguat. "Tidak ada yang terlambat," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.