Sukses

Harga Rumah Naik hingga 200 Persen per Tahun, Ini Penyebabnya

Saat ini banyak pelaku usaha yang menguasai tanah sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki aset.

Liputan6.com, Jakarta - Pembentukan bank tanah (land bank) diperlukan untuk menjamin ketersediaan lahan dan menekan biaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, salah satunya dalam penyediaan perumahan. Sebab tingginya harga lahan dinilai menjadi salah satu penyebab kenaikan harga rumah hingga 200 persen per tahun.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto mengatakan, ‎menjadi suatu keniscayaan jika suatu pembangunan memerlukan ketersediaan tanah dalam skala yang luas. Namun sayangnya semakin hari semakin sulit memperoleh tanah.

Akibatnya, harga tanah melonjak tinggi dan pemerintah mengalami kesulitan dalam memperoleh tanah bagi keperluan pembangunan baik untuk kepentingan umum maupun penyediaan perumahan bagi masyarakat. Kondisi ini menimbulkan gagasan pendirian bank tanah pada RPJMN 2015-2019.

Menurut dia, saat ini banyak pelaku usaha yang menguasai tanah sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki aset. "Bank tanah menyeimbangkan sehingga mereka juga bisa menguasai aset," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (5/8/2018).

Arief mengungkapkan, saat ini kondisi kenaikan harga rumah di Indonesia telah mencapai kisaran 200 persen setahun. Intervensi pasar yang dilakukan pemerintah dengan menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga rendah juga belum mampu mendorong daya beli masyarakat. Sehingga masih banyak yang kesulitan memiliki rumah.

Kemudian ditambahkan oleh sulitnya mengendalikan biaya konstruksi. Maka dari posisi suplai yang bisa dipastikan adalah harga tanah. "Bank tanah diperlukan untuk mengendalikan harga tanah, sehingga harga rumah lebih baik,” lanjut dia.

Bank Tanah yang nantinya berbentuk Badan Layanan Umum lanjut Arief berfungsi sebagai pengelola dan penyedia tanah secara nasional untuk kepentingan umum dan kepentingan pembangunan yang sumber objek tanahnya berasal dari, tanah cadangan umum negara, tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan hutan.

Kemudian, tanah timbul, tumbuh, maupun bekas pertambangan. Selanjutnya, tanah proses dari pengadaan langsung, tanah yang terkena kebijakan tata ruang, tanah hibah, tukar menukar, hasil konsolidasi tanah serta tanah perolehan lainnya yang sah.

"Pemanfaatan tanah tersebut dapat diberikan dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai diatas HPL atas nama Bank Tanah Nasional," ungkap dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sulit Bebaskan Lahan

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Arie Yuriwin mengatakan, dengan Program Strategis Nasional (PSN) sejumlah 245 proyek pada dasarnya peerintah sangat kesulitan dalam melakukan pembebasan tanah.

"Contoh saja Bandara Kulonprogo dimana dalam dokumen perencanaan perkiraan biaya pengadaan tanahnya sekitar Rp 1,8 triliun ini akhirnya pemerintah harus menyediakan dana sekitar Rp 4,13 triliun," kata Arie.

Hal tersebut karena pemerintah tidak menyiapkan tanah terlebih dahulu sebelum membangun yang mengakibatkan besarnya biaya untuk pengadaan tanah.

"Untuk itu mengapa diperlukan Bank Tanah, karena Bank Tanah dapat menjamin ketersediaan tanah untuk berbagai keperluan pembangunan di masa yang akan datang," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.