Sukses

Industri Lokal Khawatir Adanya Serbuan Produk Kaca Asal Malaysia

Tujuan China membangun pabrik kaca di Malaysia karena memang ingin mengincar pasar Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Industri dalam negeri tengah bersiap menghadapi serbuan produk kaca lembaran asal Malaysia. Pasalnya, Indonesia menjadi target pasar bagi produsen kaca lembaran asal China yang membangun pabriknya di Indonesia.

‎Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengamanan, Yustinus Gunawan mengatakan, selama ini impor produk kaca lembaran asal China ke Indonesia terus meningkat. Hal ini akan diperparah dengan masuknya produk serupa asal Malaysia, yang investasinya juga dikuasai oleh China.

"Impor meningkat dari China, tapi kecenderungan akan tinggi dari malaysia. Di Malaysia itu sebenarnya pabrik dari China juga. China sudah membangun dua tungku di Malaysia dan hampir dipastikan untuk pasar Indonesia. Kapasitas (produksi) dia sudah hampir mendekati 1 juta ton per tahun. Jadi hampir mendekati kita. Kalau kita 1,2 juta ton per tahun," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Rabu (30/5/2018).

Menurut dia, tujuan China membangun pabrik kaca di Malaysia karena memang ingin mengincar pasar Indonesia. Sebab, kebutuhan kaca lembaran di dalam negeri diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor properti dan otomotif.‎"Indonesia paling besar pertumbuhan properti dan otomotif. Produk turunannya juga ada seperti kaca cermin," kata dia.

Sedangkan saat ini produsen kaca lembaran di Tanah Air masih dihadapkan pada tingginya ‎harga gas. Hal ini yang membuat produsen loka khawatir kalah bersaing dengan produk-produk asal Malaysia tersebut.

‎"Karena Malaysia harga gasnya murah, sementara kita daya saingnya rendah. Selain impornya naik, ekspor kita juga terhambat. Kita kalah terutama di gas," ungkap dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Gas

Yustinus menyatakan, harga gas di Malaysia saat ini sekitar USD 5-USD 6 per MMBTU. Sedangkan di Indonesia masih berada di kisaran USD 8-USD 9 per MMBTU. Harga gas ini juga yang membuat China lebih memilih membangun pabriknya di Negeri Jiran ketimbang di Indonesia.

"Dia bikin (pabrik) di Malaysia karena harga gas. Karena biaya energi dari biaya produksinya sekitar 25 persen-28 persen. Di sana (harga gas) USD 5-USD 6, di sini USD 8-USD 9. Bedanya banyak," jelas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono berharap harga gas di Indonesia bisa segera turun menjadi USD 6 per MMBTU. Sedang demikian, industri pengguna gas di dalam negeri seperti industri kaca bisa bersaing dengan produk impor.

"Berapa pun penurunannya sebetulnya membantu. Kalau lihat Perpres itu USD 6 per MMBTU. Jadi diharapkan bisa turun ke USD 6," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.