Sukses

Jelang Ramadan, Pemerintah Perlu Mewaspadai Harga Pangan

Jelang bulan Ramadan hingga Idul Fitri biasanya harga pangan melonjak naik. Apalagi saat ini tekanan tukar rupiah terhadap dollar AS. Tentu hal itu periu diwaspadai oleh pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta Jelang bulan Ramadan hingga Idul Fitri biasanya harga pangan melonjak naik. Apalagi saat ini tekanan tukar rupiah terhadap dollar AS. Tentu hal itu periu diwaspadai oleh pemerintah.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta mengatakan, nilai tukar rupiah yang masih tertekan terhadap dolar AS berpotensi stabilitas harga pangan, antara lain karena terdongkraknya harga bahan baku impor. Kondisi ini akan memberikan tekanan kepada daya beli masyarakat.

“Dalam Ekonomi Pancasila, negara harus hadir untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya, begitupun dalam menjaga daya beli masyarakat,” ujar Arif Budimanta dalam Seminar Nasional Ekonomi Pancasila di Universitas Brawijaya, Kamis (3/5/2018).

Mengenai hal itu, lanjut Arif Jika harga meningkat yang ‘dimotori’ oleh terdepresiasinya rupiah terhadap dolar, hal itu akan menurunkan daya beli masyarakat.

Dengan demikian, tingkat kesejahteraan rakyat akan terganggu. Dalam konteks inilah, kehadiran pemerintah menjadi penting demi menjaga stabilitas harga.

Maka dari itu, untuk menjaga stabilitas harga pangan, Arif melanjutkan, pemerintah harus memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan. Pemerintah perlu mempertajam peranan badan dan lembaga yang ada, yang berfungsi untuk menjaga stabilitas harga pangan, misalnya Bulog.

Mengenai Bulog, Arif mengatakan harus semakin sensitif terhadap kondisi saat ini. Nantinya, respons yang dapat diberikan bisa cepat dan akurat demi menjaga stabilitas harga pangan. Begitu juga dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan yang diharapkan turut serta terlibat.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan memonitor terhadap implementasi penetapan harga acuan yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan dengan tujuan  menjaga daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah.

“Kalau harga naik tentunya kemakmuran akan berkurang dan ini tidak sejalan dengan cita-cita Pancasila,” ungkap Arif Budimanta.

Sementara itu, dalam menjaga nilai tukar rupiah, negara melalui Bank Indonesia dipastikan kehadirannya untuk menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada 2 Mei 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.939. Secara year to date, rupiah telah terdepresiasi sebanyak 2,9%.

 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.