BPJS Kesehatan Pakai Sistem KRIS, Rumah Sakit Jangan Kurangi Tempat Tidur

Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Mei 2024, 20:30 WIB
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan ini, sistem kelas 1, 2, 3 akan dihapus. Untuk gantinya, BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Prof Ghufron Mukti pun mengimbau pengelola rumah sakit tidak mengurangi jumlah tempat tidur perawatan pasien dalam upaya memenuhi kriteria Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

"Pesan saya jangan dikurangi akses dengan mengurangi jumlah tempat tidur. Pertahankan jumlah tempat tidur dan penuhi persyaratannya dengan 12 kriteria," kata Ghufron Mukti dikutip dari Antara, Senin (13/5/2024).

Pasal 46A Perpres tersebut mensyaratkan kriteria fasilitas perawatan dan pelayanan rawat inap KRIS meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.

Selain itu, penyedia fasilitas layanan juga perlu membagi ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.

Seperti diketahui, jumlah tempat tidur pada ruang pelayanan pasien kelas III BPJS Kesehatan umumnya berjumlah enam hingga 10 tempat tidur per ruangan.

Pengurangan jatah tempat tidur perawatan, kata Ghufron, dapat berimplikasi pada antrean pasien dalam mengakses layanan rawat inap.

 

2 dari 4 halaman

Meningkatkan Perawatan

Dokter Natasha memeriksa kulit tangan pasien BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kulit di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya, antre berobat bisa dilakukan secara online melalui aplikasi mobile JKN. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dikatakan Ghufron, Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.

Pada pasal 51 disebutkan ketentuan naik kelas perawatan dilakukan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.

"Ya tentu Perpres Jaminan Kesehatan ini bagus, tidak saja mengatur pasien bisa naik kelas, tapi juga untuk meningkatkan mutu dengan ada standar kelas ruang rawat inap untuk memenuhi 12 kriteria," katanya.

Sesuai pasal 103B Perpres tersebut dinyatakan penerapan KRIS secara menyeluruh pada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diterapkan paling lambat 30 Juni 2025.

Dalam jangka waktu tersebut, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

"Sekarang baru uji coba, kalau yang merasa siap sudah banyak," katanya saat ditanya tentang jumlah rumah sakit yang bersedia menerapkan KRIS.

3 dari 4 halaman

Sistem Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS, Berlaku 30 Juni 2025

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Sebelumnya, sistem kelas 1, 2, 3 dalam Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dihapus. Untuk gantinya, BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

 Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan terbit pada 8 Mei 2024 tersebut telah ditandatangani Presiden Jokowi.

Aturan mengenai KRIS ada dalam Pasal 46A mensyaratkan kriteria fasilitas perawatan dan pelayanan rawat inap KRIS meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.

Selain itu, penyedia fasilitas layanan juga perlu membagi ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.

Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.

Pada pasal 51 disebutkan ketentuan naik kelas perawatan dilakukan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

 

4 dari 4 halaman

Tidak Berlaku untuk Peserta PBI

Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.

Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan manfaat layanan di ruang perawatan kelas III.

Sesuai pasal 103B menyatakan penerapan KRIS secara menyeluruh pada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diterapkan paling lambat 30 Juni 2025.

Dalam jangka waktu tersebut, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

Dengan aturan tersebut, setiap rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS wajib memberlakukan sistem KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya