Peneliti Ungkap Alasan Media Sosial Jadi Sarang Hoaks

Peneliti University of Southern California (USC) mengungkap temuan mengapa media sosial menjadi sarang peredaran hoaks.

oleh Alifah Budihasanah diperbarui 11 Apr 2024, 16:00 WIB
Ilustrasi media sosial (ilustrasi: AI)

Liputan6.com, Jakarta- Peneliti University of Southern California (USC) mengungkap temuan media sosial menjadi sarang peredaran hoaks. Temuan tersebut menunjukkan bahwa struktur platform media sosial dirancang untuk memberikan reward berupa engangement kepada para penggunanya yang rutin berbagi informasi, terlepas dari kebenaran informasi tersebut.

Temuan ini kemudian diterbitkan oleh Proceedings of the National Academy of Sciences beberapa waktu lalu. Bukan hanya faktor pengguna yang tidak memiliki keterampilan berpikir kritis atau karena keyakinan politik yang kuat, sehingga memengaruhi penilaian atau bias pribadi. Temuan ini memperjelas bahwa sistem platform media sosial dalam hal ini berperan besar.

Media sosial memiliki sistem penghargaan (reward) yang mendorong pengguna untuk tetap menggunakan akun mereka dan terus memposting dan berbagi informasi. Pengguna yang sering memposting dan berbagi, terutama informasi yang sensasional dan menarik perhatian akan mendapatkan engagement yang tinggi.

"Sistem ini membentuk dan mendorong kebiasaan pengguna untuk terus berbagi informasi agar mendapat pengakuan dari orang lain," ujar para peneliti dalam temuannya dilansir dari USC Today, Senin (8/4/2024).

Dalam penelitian yang sama ditemukan bahwa pengguna yang membagikan informasi secara rutin di media sosial, ternyata mereka juga menyebarkan hoaks enam kali lebih banyak dibanding pengguna biasa.

Kebiasaan pengguna dalam membagikan informasi secara otomatis akan memengaruhi pembentukan algoritma media sosial dalam penyebaran dan penyajian informasi, tak terkecuali konten-konten hoaks.

"Temuan kami menunjukkan bahwa hoaks tidak hanya menyebar karena ketidakmampuan pengguna dalam menyaring informasi, tetapi fungsi dari struktur media sosial itu sendiri memiliki peran yang sangat besar," kata Profesor Psikologi USC, Wendy Wood.

Maka dari itu, platform media sosial diharapkan dapat mengambil langkah aktif daripada memoderasi informasi yang diposting oleh pengguna, serta melakukan perubahan struktural untuk membatasi penyebaran informasi yang salah.

Selain itu, masyarakat diharapkan dapat memahami bagaimana dinamika penyebaran hoaks di media sosial dengan menyadari konsekuensinya dari segi sosial, politik, budaya, hingga kesehatan.

2 dari 2 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya