Penerbitan Surat Utang Nasional Sentuh Rp 130,81 Triliun Sepanjang 2023

Perusahaan non BUMN menyumbang penerbitan surat utang sebesar Rp 104,58 triliun sepanjang 2023, dibandingkan perusahaan BUMN yang hanya Rp 26,22 triliun.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 13 Feb 2024, 15:15 WIB
Pefindo mengungkapkan penerbitan surat utang nasional sepanjang 2023 mencapai Rp 130,81 triliun. Sebagian besar penerbitan surat utang dilakukan oleh perusahaan non BUMN. . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) mengungkapkan penerbitan surat utang nasional sepanjang 2023 mencapai Rp 130,81 triliun. Sebagian besar penerbitan surat utang dilakukan oleh perusahaan non BUMN. 

Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito menuturkan, perusahaan non BUMN menyumbang penerbitan surat utang sebesar Rp 104,58 triliun sepanjang 2023, dibandingkan perusahaan BUMN yang hanya Rp 26,22 triliun.

"Ini memang masih didominasi non BUMN dan yang kalau kita lihat yang paling besar dari sektor multifinance. Sektor besar lainnya juga pulp and paper, telekomunikasi, dan mining," kata Danan dalam konferensi pers Pefindo, Selasa (13/2/2024).

Danan menambahkan sepanjang 2023 sentimen untuk beberapa sektor masih dipengaruhi isu global dan tahun politik. Ini menyebabkan penurunan penerbitan surat utang secara nasional dari Rp 163,6 triliun pada 2022, menjadi Rp 130,81 triliun pada 2023.

Pefindo sendiri sepanjang 2023 telah menangani penerbitan surat utang sebesar Rp 100,68 triliun, turun sekitar Rp 32 triliun dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 132,69 triliun. 

"Sejalan secara nasional, di Pefindo jadi lebih banyak memang yang non BUMN dibandingkan BUMN. Kalau kita lihat 2024 ini cukup bagus pada Januari dan Februari dibandingkan Januari dan Februari tahun lalu. Harapannya ke depan akan pulih kembali di pasar penerbitan surat utang ini,” ujar Danan.

Hingga Januari 2024, penerbitan surat utang nasional mencapai Rp 7,1 triliun dan Pefindo menangani Rp 5,6 triliun penerbitan surat utang rating. 

2 dari 4 halaman

Pefindo Kantongi Mandat Penerbitan Surat Utang Rp 42,28 Triliun hingga Januari 2024

Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas di Jakarta, Rabu (14/11). Pasar saham Indonesia naik 23,09 poin atau 0,39% ke 5.858,29. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 42,28 triliun hingga Januari 2024.

Berdasarkan institusinya non BUMN mendominasi dengan nilai mencapai Rp 23,31 triliun. Sisanya sekitar Rp 18,96 triliun berasal dari BUMN dan anak perusahaan atau BUMD.

Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito menuturkan, mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai Rp 20,71 triliun, obligasi Rp 14,15 triliun, sukuk Rp 2,67 triliun, dan PUB sukuk Rp 2,54 triliun.

Kemudian MTN sebesar Rp 2,20 triliun. Sedangkan penerbitan surat utang berkaitan dengan sektor, pertambangan yang masih mendominasi dengan nilai Rp 6,60 triliun dan perbankan sebesar Rp 5,50 triliun

Per Januari 2024, penerbitan surat utang nasional mencapai Rp 7,1 triliun dan Pefindo menangani Rp 5,6 triliun penerbitan surat utang rating. 

Danan menjelaskan, penerbitan surat utang secara nasional alami penurunan pada 2023 hanya mencapai Rp 130,81 triliun dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 163,63 triliun. Namun, Danan berharap 2024 pasar penerbitan surat utang kembali pulih.

"Kalau kita lihat 2024 ini cukup bagus pada Januari dan Februari dibandingkan Januari dan Februari tahun lalu. Harapannya ke depan akan pulih kembali di pasar penerbitan surat utang ini,” kata Danan dalam konferensi pers Pefindo, Selasa (13/2/2024).

Perusahaan non BUMN masih mendominasi penerbitan surat utang dengan menyumbang penerbitan surat utang sebesar Rp 104,58 triliun sepanjang 2023, dibandingkan perusahaan BUMN yang hanya Rp 26,22 triliun.

 

3 dari 4 halaman

Pefindo Sebut Prospek Surat Utang Korporasi Masih Menarik pada 2024

Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, surat utang korporasi masih menjadi opsi menarik sebagai alternatif pembiayaan. Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, Suhindarto menuturkan, kupon pada 2023 meningkat seiring dengan lingkungan bunga yang lebih tinggi.

Hal itu mendorong kenaikan biaya pendanaan dan menjadi risiko bagi kinerja penerbitan surat utang korporasi 2023. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan likuiditas yang semakin ketat.

"Surat utang korporasi dapat menjadi pilihan menarik untuk diversifikasi pendanaan karena menerbitkan surat utang korporasi relatif lebih murah daripada mengambil pinjaman bank, terutama untuk emiten dengan kualitas kredit yang lebih tinggi," beber Suhindarto dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).

Hingga November 2023, Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 148,3 triliun. Paling banyak dari sektor multifinance senilai Rp 26,3 triliun dan perbankan 24,7 triliun.

Sementara, penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun. Beberapa faktor pendorong proyeksi penerbitan surat utang korporasi tahun depan, antara lain kebutuhan refinancing yang lebih tinggi. Terjaganya aktivitas sektor riil seiring gelaran pemilu serentak.

Bersamaan dengan itu, kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung. Suhindarto menambahkan, korporasi juga melakukan adaptasi strategi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek.

4 dari 4 halaman

Likuiditas Makin Ketat

Pejalan kaki duduk di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Likuiditas lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang," kata dia.

Meski begitu, ada pula beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai utamanya terkait suku bunga. Seperti lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dengan periode yang lama seiring narasi higher for longer. Kemudian risiko geopolitik yang tinggi membuat yield bertahan tinggi.

Konsumsi mungkin akan melemah dibandingkan perkiraan seiring dengan suku bunga yang lebih tinggi, Bersamaan dengan itu, premi risiko naik karena leverage naik akibat bunga lebih tinggi, meningkatkan spread yield obligasi korporasi.

"Potensi keluar arus modal, mendorong penyerapan penerbitan lebih rendah," pungkas Suhindarto.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya