5 Pernyataan Terkini Keluarga Bripda Ignatius Usai Polisi Sebut Kematiannya karena Kelalaian

Pihak keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) angkat bicara usai jadi korban meninggal dunia dalam kasus polisi tembak polisi pada Minggu, 23 Juli 2023 di Rusun Polri, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 31 Jul 2023, 12:55 WIB
Bripda Iganitius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF seorang anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menjadi korban kasus polisi tembak polisi di Rusun Polri, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (foto: Aceng Mukaram/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Pihak keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) angkat bicara usai jadi korban meninggal dunia dalam kasus polisi tembak polisi pada Minggu, 23 Juli 2023 di Rusun Polri, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Melalui kuasa hukum keluarga, Jajang, menduga kematian polisi junior itu bukan karena kelalaian, melainkan pembunuhan berencana.

"Kami menduga Pasal 340 pembunuhan berencana karena yang saya bilang tadi tiba-tiba meletus kelalaian," kata Jajang seperti dilansir Antara, Minggu 30 Juli 2023.

Dia menjelaskan, Bripda Ignatius dan dua orang rekannya yang menjadi tersangka merupakan anggota Detasemen Khusus alias Densus 88 Antiteror Polri yang memiliki keahlian khusus serta terlatih, terutama dalam memegang senjata api.

Oleh karena itu, keluarga belum puas dengan penjelasan penyidik yang disampaikan melalui konferensi pers pada Jumat 28 Juli 2023, tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco disebabkan karena kelalaian rekannya yang membawa senjata api rakitan ilegal.

"Padahal, keterangan penyidik dalam konferensi pers itu disampaikan, tersangka Bripda IMS awalnya memperlihatkan senjata api ilegal rakitan itu kepada dua saksi lain yang berada di kamar, tetapi tidak meletus karena magasin tidak terpasang," beber Jajang.

Selain itu Jajang mengungkapkan, rupanya Bripda Ignatius kerap dicekoki atau dipaksa untuk meminum minuman keras (miras) oleh seniornya.

"Dari keterangan keluarga dan pacar Almarhum Bripda Ignatius. Seniornya itu sering memaksa Almarhum Bripda Ignatius untuk minum-minuman keras dan sering cekokin minuman keras kepada Almarhum, padahal Almarhum tidak suka dan tidak minum-minuman keras/beralkohol," kata Jajang.

Berikut sederet pernyataan keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) yang disampaikan kuasa hukum usai jadi korban meninggal dunia dalam kasus polisi tembak polisi pada Minggu, 23 Juli 2023 di Rusun Polri Cikeas dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 6 halaman

1. Keluarga Duga Kematian Bripda Ignatius karena Pembunuhan Berencana

Keluarga mendiang Bripda Ignatius Dwi Frisco atau Bripda IDF meminta, Polri mengungkap secara transparan kasus polisi tembak polisi di Rusun Polri, Cikeas, Gunung Putri, Bogor (sumber: Facebook).

Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) menduga kematian polisi junior itu bukan karena kelalaian, melainkan pembunuhan berencana. Bripda Ignatius merupakan korban polisi tembak polisi di Rumah Susun Polri Cikeas. Kecurigaan keluarga atas penyebab tewasnya Bripda Ignatius itu disampaikan melalui kuasa hukum keluarga, Jajang.

"Kami menduga Pasal 340 pembunuhan berencana karena yang saya bilang tadi tiba-tiba meletus kelalaian," kata Jajang seperti dilansir Antara, Minggu 30 Juli 2023.

Dia menuturkan Bripda Ignatius dan dua orang rekannya yang menjadi tersangka merupakan anggota Detasemen Khusus alias Densus 88 Antiteror Polri yang memiliki keahlian khusus serta terlatih, terutama dalam memegang senjata api.

Oleh karena itu, keluarga belum puas dengan penjelasan penyidik yang disampaikan melalui konferensi pers pada Jumat 28 Juli 2023, tewasnya Bripda Ignatius disebabkan karena kelalaian rekannya yang membawa senjata api rakitan ilegal.

"Padahal, keterangan penyidik dalam konferensi pers itu disampaikan, tersangka Bripda IMS awalnya memperlihatkan senjata api ilegal rakitan itu kepada dua saksi lain yang berada di kamar, tetapi tidak meletus karena magasin tidak terpasang," beber Jajang.

Senjata api tersebut lalu disimpan di tas bersama magasin. Saat Bripda Ignatius tiba di tempat kejadian perkara, senjata api sudah terisi magasin. Hal inilah, kata Jajang, kecurigaan keluarga muncul, penembakan sudah direncanakan, bukan kelalaian.

"Bagaimana ceritanya anggota Densus 88 bisa lalai? Itu orang terlatih loh, enggak bisa itu diterima kami seperti itu. Makanya, tewasnya Bripda Ignasius kami duga ada hal lain di balik semua itu. Makanya, kami duga memang si korban direncanakan dibunuh secara matang," tutur Jajang.

 

3 dari 6 halaman

2. Alasan Duga Pembunuhan Berencana, Tiba-Tiba Muncul Kata Lalai

Bripda Iganitius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF seorang anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menjadi korban kasus polisi tembak polisi di Rusun Polri, Cikeas, Gunung, Putri Bogor (sumber: Instagram @kamidayakkalbar).

Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) menilai kematian anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri itu janggal.

Mereka tidak percaya, polisi junior itu meninggal karena kelalaian. Mereka yakin, Bripda Ignatius yang merupakan korban polisi tembak polisi di Rumah Susun Polri Cikeas, adalah korban pembunuhan berencana.

"Kami menduga Pasal 340 pembunuhan berencana karena yang saya bilang tadi tiba-tiba meletus kelalaian," tutur Jajang seperti dilansir dari Antara, Senin (31/7/2023).

Menurut dia, Bripda Ignatius dan dua orang rekannya --yang telah ditetapkan sebagai tersangka-- merupakan anggota Detasemen Khusus alias Densus 88 Antiteror Polri, yang memiliki keahlian khusus serta terlatih, terutama dalam memegang senjata api.

Oleh sebabnya, keluarga belum puas dengan penjelasan penyidik yang disampaikan melalui konferensi pers pada Jumat 28 Juli 2023. Pada saat itu, mereka menjelaskan Bripda Ignatius tewas karena kelalaian rekannya dalam membawa senjata api rakitan ilegal.

Padahal, masih dalam keterangan penyidik di konferensi pers, tersangka Bripda IMS awalnya memperlihatkan senjata api ilegal rakitan itu kepada dua saksi lain yang berada di kamar. Tetapi, sambung dia, tidak meletus karena magasin tidak terpasang.

Senjata api tersebut lalu disimpan di tas bersama magasin. Saat Bripda Ignatius tiba di tempat kejadian perkara, senjata api sudah terisi magasin. Hal inilah, kata Jajang, kecurigaan keluarga muncul, penembakan sudah direncanakan, bukan kelalaian.

"Bagaimana ceritanya anggota Densus 88 bisa lalai? Itu orang terlatih loh, enggak bisa itu diterima kami seperti itu. Makanya, tewasnya Bripda Ignasius kami duga ada hal lain di balik semua itu. Makanya, kami duga memang si korban direncanakan dibunuh secara matang," tutur Jajang.

 

4 dari 6 halaman

3. Bakal Lapor ke Mabes Polri

Gedung Mabes Polri. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Untuk mengungkap hal itu, kata Jajang, pihak keluarga akan mendatangi Mabes Polri untuk membuat laporan polisi terkait dengan dugaan pembunuhan berencana terhadap Bripda Ignatius.

"Kami akan kejar Pasal 340, kami tidak yakin sekelas Densus 88 ada kelalaian sepele seperti hal ini, tidak bisa kami meyakini itu," ujar Jajang.

Kasus tewasnya Bripda Ignatius sedang dalam penyidikan Polres Bogor, sedangkan pelanggaran etiknya ditangani oleh Divpropam Polri.

Dua anggota Densus 88 Antiteror ditetapkan sebagai tersangka, Bripda IMS (23) yang memegang senjata api dan Bripka IG (33) selaku pemilik senjata api.

Pada saat kejadian, Bripka IG tidak berada di lokasi kejadian. Akan tetapi, menurut keterangan saksi dan tersangka IMS bahwa senjata api ilegal rakitan itu milik Bripka IG.

 

5 dari 6 halaman

4. Sebut Bripda IDF Sering Dicekoki Miras oleh Seniornya

Ilustrasi miras oplosan (Istimewa)

Di sisi lain, Jajang mengatakan, Bripda Ignatius kerap dicekoki atau dipaksa untuk meminum minuman keras (Miras) oleh seniornya.

Diketahui, Bripda Ignatius tewas usai tertembak senjata api rakitan ilagal oleh rekannya sendiri, Bripda IMS di Bogor.

"Dari keterangan keluarga dan pacar Almarhum Bripda Ignatius. Seniornya itu sering memaksa Almarhum Bripda Ignatius untuk minum-minuman keras dan sering cekokin minuman keras kepada Almarhum, padahal Almarhum tidak suka dan tidak minum-minuman keras/beralkohol," kata Jajang.

Oleh karena itu, pihaknya pun menduga akibat almarhum sering menolak perintah seniornya itu. Sehingga membuat seniornya itu merasa jengkel dan marah.

"Yang kami dapatkan keterangan hanya dari seniornya, kami duga tersangka IG," ujarnya.

 

6 dari 6 halaman

5. Pernah Curhat, Tolak Diajak Bisnis Gelap Senjata Api

Mara Salvatrucha, yang juga dikenal sebagai MS-13, juga salah satu geng jalanan paling terkenal dan berbahaya di Amerika Tengah, termasuk di Honduras. Geng ini terlibat dalam berbagai kegiatan kriminal, termasuk perdagangan narkoba, pemerasan, pembunuhan, dan kekerasan jalanan. (AFP/Orlando Sierra)

Selain dicekoki miras, korban juga disebutnya menolak bekerjasama untuk melakukan bisnis gelap senjata api (senpi).

"Karena adanya peredaran dan transaksi senpi Illegal tersebut, kami duga Almarhum Bripda Ignatius tidak mau bekerjasama dengan para tersangka IMS dan IG untuk bisnis gelap senpi tersebut. Karena Almarhum adalah anak yang di kenal oleh keluarga adalah anak berprilaku jujur dan baik," ucap Jajang.

Atas perlakuan seniornya itu, Bripda Ignatius pun sempat mencurahkan isi hatinya kepada pacarnya tersebut. Saat itu, korban mengaku sudah tidak kuat lagi dengan tingkah seniornya.

"Sebelum Almarhum IDF meninggal, Almarhum IDF sering curhat ke pacarnya bahwa sudah enggak kuat lagi, dan ketakutan dengan perilaku seniornya. Oleh sebab itu, almarhum sering berpesan minta doa kalau ada kegiatan pertemuan dengan seniornya," pungkasnya.

Infografis Kronologi Baku Tembak Anak Buah Irjen Ferdy Sambo Versi Polisi. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya