Lebih dari 7.000 Ibu Hamil Positif HIV, Kemenkes: 76 Persen Belum Dapat Pengobatan ARV

Sebagian besar ibu hamil mendapatkan pengobatan ARV untuk menangani HIV.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 10 Mei 2023, 05:06 WIB
Ilustrasi HIV/AIDS. (Image by jcomp on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar HIV pada anak terjadi karena tertular dari orangtuanya. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan, baru 55 persen ibu hamil yang sudah dites HIV. 

“Hanya 55 persen ibu hamil yang (sudah) dites HIV. Jadi, dari sekian banyak ibu hamil ternyata hanya sebanyak itu yang dites HIV,” tutur Juru Bicara (Jubir) Kemenkes RI, Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara virtual bertajuk ‘Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual’ pada Senin, (8/5/2023).

Dari para ibu hamil yang sudah dites saja, mengutip Syahril, lebih dari 7.000 orang positif HIV. Tak hanya itu, mayoritas dari angka tersebut belum mendapatkan pengobatan.

“Dari sejumlah (yang sudah dites) tersebut, 7.153 positif HIV, 76 persen belum mendapatkan pengobatan ARV (antiretroviral),” paparnya.

Antiretroviral adalah obat HIV yang bekerja dengan menghentikan replikasi virus di dalam tubuh, seperti melansir NHS. Ini memungkinkan sistem kekebalan untuk memperbaiki dirinya sendiri, serta mencegah kerusakan lebih lanjut.

Banyak Ibu Hamil Belum Tes HIV, Sebagian Besar Tak Dapat Izin Suami

Dari beberapa alasan ibu hamil belum melakukan tes HIV, menurut Syahril, sebagian besar memiliki alasan tidak mendapatkan izin dari suami.

“Karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk dites HIV. Nah, ini ada berbagai alasan (suami tidak mengizinkan),” ujar Syahril yang juga Direktur Utama RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso sejak 2020 tersebut.

2 dari 4 halaman

Jumlah Anak Positif HIV Tembus Lebih dari 14.000

Ilustrasi anak yang terinfeksi penyakit menular. (Sumber foto: Pexels.com)

Lebih lanjut, Syahril mengungkap bahwa ada lebih dari 14.000 anak yang dinyatakan positif HIV. 

“Sampai saat ini, secara kumulatif, ada 14.150 anak usia 1–14 tahun yang positif HIV,” tuturnya.

“Nantinya, (HIV) akan memengaruhi kualitas hidup (anak) ke depannya dan masa depannya,” lanjutnya. 

Menurut pemaparan Syahril, angka ini akan terus bertambah apabila deteksi dan pengobatan dengan ARV masih kurang.

Upaya Skrining HIV Jadi Prioritas

Oleh sebab itu, ia menuturkan bahwa upaya skrining HIV pada tiap individu menjadi prioritas.

“(Skrining) menjadi prioritas untuk mencapai eliminasi, termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi,” terang Syahril.

3 dari 4 halaman

Setiap Ibu Positif HIV Harus Mendapat Tata Laksana yang Cukup

Warga melakukan tes HIV saat kegiatan skrining penyakit tuberkulosis (TBC) di Kantor Kecamatan Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan skrining besar-besaran untuk menemukan 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan penyakit TBC. (merdeka.com/Arie Basuki)

Selain skrining sebagai upaya pencegahan, menurut Syahril, tentu setiap ibu yang telah dinyatakan positif HIV juga harus mendapatkan tata laksana yang sesuai.

“Setiap ibu yang terinfeksi itu 100 persen harus mendapatkan tata laksana yang bagus, yang cukup,” katanya.

Harapannya, agar angka anak yang terinfeksi HIV sejak dilahirkan dapat ditekan.

“Angka kesakitan dan kematian juga dapat ditekan, dan menekan beban negara dalam penanggulangan masalah kesehatan masyarakat,” lanjut Syahril.

Tata laksana yang sesuai diberikan dalam bentuk pengobatan ARV.

“Maka, 100 persen ibu-ibu yang terdeteksi tadi harus diobati dengan ARV. Agar anaknya terbebas dari HIV,” ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Kesehatan adalah Hak Anak

Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/MikhaS

Syahril menuturkan bahwa penting bagi orang dewasa memberikan perlindungan anak terhadap penyakit menular.

“Anak-anak adalah generasi penerus, tentu saja kita ingin menciptakan anak-anak generasi penerus yang sehat, dan khususnya kita harus membebaskan dari penyakit menular seksual,” tuturnya.

Selain itu, hak anak untuk sehat juga sesuai dengan mandat UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, khususnya pada pasal 46 yang berbunyi:

"Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan."

“Jadi, adalah kewajiban negara, pemerintah, keluarga, maupun lingkungan agar anak yang lahir betul-betul terhindar dari ancaman penyakit menular,” ujar Syahril.

infografis journal 5 Jenis Penyakit Hepatitis. (Liputan6.com/Tri Yasni).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya