4 Alasan yang Mungkin Bikin Kamu Mudah Merasa Kaget

Kaget merupakan respons normal tubuh ketika menghadapi hal yang mengejutkan, salah satunya ketika mendengar suara yang terlalu keras.

oleh Hani Safanja diperbarui 26 Okt 2022, 18:30 WIB
Berteriak baik bagi kesehatan (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kaget merupakan respons normal tubuh ketika menghadapi hal yang mengejutkan, salah satunya ketika mendengar suara yang terlalu keras. Tetapi, bagaimana dengan respon kaget untuk hal-hal kecil, atau ketika mendengar bunyi dengan suara pelan?

Mengutip Huff Post, kaget merupakan refleks tubuh yang berasal dari batang otak. Tetapi, bagi para psikolog, refleks kaget dipengaruhi oleh proses psikologi yang dipengaruhi oleh emosi.

Dengan kata lain, bagi beberapa orang refleks dapat menjadi lebih sensitif karena deipengaruhi oleh keadaan emosi yang berbeda-beda.

Menurut penjelasan Dr Kirtly Parker Jones, Ahli Kesehatan Wanita mengatakan bahwa kondisi mudah kaget pada wanita memiliki kaitan dengan tekanan selama kehamilan yang membuat kadar kortisol serum sangat tinggi selama kehamilan mereka.

Melansir dari Health Care Utah, kortisol adalah tingkat yang kita buat ketika kita stres. Tingkat kortisol dipengaruhi oleh tingkat stres dan bahkan dapat diturunkan dari ibu hamil kepada sang bayi ketika mengandung.

Stres ibu yang memiliki tingkat kortisol tinggi membuat janin gelisah dan membuat bayi dilahirkan dengan sifat mudah terangsang dan hiperaktif berdasarkan pengalaman di dalam rahim.

Kondisi mudah kaget juga dapat memiliki kaitan dengan mutasi gen yang diturunkan dari keturunan. Mengutip dari Merdeka.com, penyakit terkejut secara berlebihan disebut dengan hyperplexia yang berefek parah, bahkan menyebabkan kematian.

Adapun penyebab mudah kaget memiliki banyak alasan di baliknya. Berikut beberapa alasan lain yang membuat orang mudah merasa kaget:

2 dari 5 halaman

1. Mengalami Stres Akut

Ilustrasi Kaget

Ketika seseorang menganggap sesuatu sebagai ancaman atau kejutan yang menjengkelkan, pikiran dan tubuh akan merespons stres.

Dua bagian dari sistem saraf otonom seseorang bekerja sama untuk mengelola respons stres fight-or-flight. Sistem saraf simpatik menstimulasi tubuh dan membuatnya siap untuk beraksi, dan sistem parasimpatik menenangkan tubuh untuk beristirahat.

Mengutip Calm Clinic, respons stres mencakup sensasi fisik yang mempersiapkan tubuh untuk melawan atau melarikan diri.

Tubuh mengirimkan lonjakan hormon melalui aliran darah dan darah beroksigen ke otot-otot besar. Semua respons fisik ini sangat membantu ketika menghadapi bahaya langsung, tetapi terkadang ini bisa membuat seseorang kewalahan.

3 dari 5 halaman

2. Sistem Saraf Hipersensitif

Saraf di dalam tubuh manusia (sumber: pixabay)

Mengutip Brain Harmony, Ketika seseorang mengalami stres jangka pendek, kedua sistem bekerja sama untuk membuat tubuh siap menghadapi ancaman dan tenang ketika ancaman itu berlalu.

Tetapi dengan stres kronis, sistem simpatis membuat tubuh tetap bersemangat dengan sedikit bantuan dari sistem parasimpatis.

Ketidakseimbangan pada sistem saraf kemudian dapat membuat seseorang merasa seperti selalu siap siaga dan tidak bisa rileks.

Tubuh berjalan dengan jalan yang paling sedikit perlawanannya. Dengan lebih banyak latihan untuk tetap waspada daripada menenangkan diri, kemungkinan besar tubuh akan tetap berada dalam keadaan sangat sensitif.

4 dari 5 halaman

3. Gejala Insomnia

Sumber: Freepik

Jika seseorang mengalami kesulitan tidur, tubuhnya akan mudah merasa terstimulasi berlebihan sepanjang hari.

Masalah insomnia memicu sensitivitas yang berlebihan terhadap stimulasi dan seringkali tubuh akan merasa kaget ketika penderita insomnia mencoba untuk tertidur.

Penderita insomnia yang merasa gelisah dan tidak produktif di siang hari menyebabkan tubuh mereka terangsang oleh stimulasi sepanjang waktu dan menyebabkan seseorang menjadi mudah kaget.

5 dari 5 halaman

4. Gangguan Kecemasan

ilustrasi kecemasan (sumber: freepik)

Gangguan kecemasan kronis juga dapat menyebabkan seseorang mudah terkejut atau bereaksi berlebihan terhadap rangsangan.

Mengutip Medicine Net, reaksi dari gangguan kecemasan dapat membuat sistem saraf seseorang menjadi paling aktif pada puncak stres.

Ketika tubuh berulang kali mengantisipasi peristiwa yang membuat stres, sistem saraf seseorang akan mengalir lebih kuat untuk mengantisipasi stres.

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya