8 Tanggapan Berbagai Pihak soal Wacana Jokowi Jadi Cawapres 2024

Joko Widodo (Jokowi) sudah menjabat dua periode sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun belakangan ini justru beredar nama Jokowi untuk maju sebagai calon wakil presiden atau cawapres 2024.

oleh Devira PrastiwiAchmad Hafidz diperbarui 16 Sep 2022, 17:30 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara mengenai kepastian kenaikan harga BBM Subsidi. Ia menegaskan, soal ini masih dilakukan penghitungan. (Sumber: YouTube Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Joko Widodo (Jokowi) sudah menjabat dua periode sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun belakangan ini justru beredar nama atau wacana Jokowi untuk maju sebagai calon wakil presiden atau cawapres 2024.

Sontak saja, hal itu pun menuai beragam tanggapan pro dan kontra. Misalnya dari Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, perlu ditanyakan lebih dulu betulkah Jokowi mau menjadi cawapres 2024 mendampingi Prabowo.

Sebab seperti diketahui, Partai Gerindra memantik wacana duet Prabowo Subianto-Jokowi di Pemilu 2024. Namun, posisi Jokowi didisposisi menjadi wakil presidennya dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden atau capres 2024.

"Mohon maaf, nampaknya tawaran tersebut justru merendahkan wibawa dan martabat Jokowi yang pernah menjadi presiden dua periode," ujar Pangi Syarwi Chaniago yang juga merupakan CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, lewat keterangan pers diterima, Kamis 15 September 2022.

Kemudian, Wakil Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq menolak wacana duet Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2024. Maman tidak setuju Presiden Jokowi maju lagi sebagai wakil presiden.

"Ya enggak setuju lah Jokowi jadi wapres, ngapain," kata Maman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Jokowi pun rupanya menanggapi wacana dirinya diharapkan maju menjadi cawapres pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 mendatang. Dia heran dengan munculnya isu atau wacana menjadi cawapres 2024.

Jokowi pun menegaskan munculnya isu mengenai masa jabatan tiga periode, perpanjangan masa jabatan presiden, hingga cawapres bukan dari dirinya. Ia pun sudah pernah menjawab kedua isu itu.

"Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapakn bukan saya, urusan 3 periode sudah saya jawab. Begitu dijawab muncul lagi yang namanya perpanjangan, juga saya jawab, ini muncul lagi jadi wapres, itu dari siapa?" kata Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (16/9/2022).

Berikut sederet tanggapan berbagai pihak soal munculnya wacana Jokowi maju menjadi calon wakil presiden atau cawapres 2024 dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 9 halaman

1. Analis Politik

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Rapat terbatas perdana dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju itu mengangkat topik Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Perekonomian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gerindra memantik wacana duet Prabowo-Jokowi di Pemilu 2024. Namun, posisi Jokowi didisposisi menjadi wakil presidennya.

Menanggapi hal itu, Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, perlu ditanyakan lebih dulu betulkah Jokowi mau menjadi cawapresnya dari Prabowo.

"Mohon maaf, nampaknya tawaran tersebut justru merendahkan wibawa dan martabat Jokowi yang pernah menjadi presiden dua periode," ujar Pangi Syarwi Chaniago yang juga merupakan CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, lewat keterangan pers diterima, Kamis 15 September 2022.

Meski pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh Jokowi, namun Pangi termasuk tidak yakin Jokowi mau untuk digandeng menjadi wakil presiden Prabowo.

"Masih jauh lebih tertarik Jokowi mungkin dengan ide tiga periode, faktanya presiden Jokowi cenderung selama ini membiarkan wacana tersebut terus dipancarkan 'inner circle' pendukung beliau, ditambah lagi presiden Jokowi mengatakan itu sah-sah saja karena bagian dari suara demokrasi," ucap Pangi.

Pangi menambahkan, wacana duet Prabowo-Jokowi belum ada jaminan bahwa duet ini diprediksi bakal mulus melenggang ke kursi Istana.

"Citra, elektabilitas Jokowi ada kemungkinan redup. Itu artinya tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden terjadi fluktuasi dan dinamis, ada kemungkinan figur Jokowi tidak lagi se-populer ketika maju pada pemilu 2014 dan pemilu 2019," terang Pangi.

Pangi mewanti, bahwa perilaku pemilih Indonesia kemungkinan akan mengalami kejenuhan jika kembali disuguhkan kedua sosok tersebut. Sebab, pemilih sudah rindu terhadap figur-figur yang lebih seger populis, dan membawa harapan baru di dalam visi capresnya.

"Saya termasuk yang tidak yakin bahwa pemimpin itu selamanya dicintai rakyat, kan ada fase anti klimaks dengan ketokohan seseorang. Setiap tokoh dan figur personalisasi seseorang tentu ada momentumnya, atau ada masa tanggal kadaluarsa, kepemimpinan juga begitu," kata dia.

"Saya termasuk mazhab yang tidak yakin momentum yang sama bisa terulang kembali terhadap Prabowo dan Pak Jokowi. Sebab saya menilai masyarakat cenderung lebih tertarik dengan figur seger seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan," tambah Pangi menutup.

 

3 dari 9 halaman

2. Pakar Hukum

Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi (kanan) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Jokowi yakin Prabowo akan mendiskusikan dengan para relawan dan partai pendukung soal koalisi. (Liputan6.com/JohanTallo)

Keakraban Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi sorotan. Keduanya terlihat akrab saat Jokowi melakukan kunjungan kerja selama dua hari di Maluku. Seharian Prabowo terlihat mendampingi Jokowi sejak Rabu, 14 September 2022 hingga hari ini.

Menariknya, momen itu berbarengan dengan isu presiden yang sudah menjabat dua periode boleh mencalonkan kembali sebagai calon wakil presiden. Pasal 7 UUD 1945 dinilai tidak secara eksplisit mengatur larangan presiden dua periode tidak boleh maju sebagai calon wakil presiden.

Hal ini lantas menimbulkan pro kontra. Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjelaskan, dalam membaca suatu norma hukum tak bisa hanya sekadar teks atau harfiah saja. Ada penafsiran yang bersifat sistematis atau harus dilihat dalam konteks lebih besar maupun historisnya.

"Pasal 7 itu sebenarnya original intentnya jelas pembatasan kekuasaan karena waktu pasal 7 itu masuk dalam amandemen kan kita dalam konteks pasca reformasi, pada tahun 1998 itu sudah keluar TAP MPR yang langsung membatasi kekuasaan presiden dan wakil presiden jadi memang idenya pembatasan kekuasaan jangan di pelintir pelintir lagi kalau udah presiden jadi boleh wapres," tutur lewat pesan suara, Jumat (16/9/2022).

Menurutnya, dalam membaca pasal 7 harus mencermati Pasal 8 ayat 1 UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

"Maksudnya kalau kemudian mantan presiden jadi wakil presiden kemudian presidennya mangkat, artinya wakil presidennya gak bisa lagi jadi presiden karena dia dua sudah kali, artinya ada pertentangan," jelas Bivitri.

Bivitri berujar, ada kekeliruan dalam membaca pasal 7 tersebut. Terlebih, tidak etis jika Jokowi mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.

"Bukankah seorang Jokowi itu merasa jabatannya mundur, terus jadi nyari nyari jabatan wapres itu menurunkan kualitas dan sangat terkesan kesan mencari jabatan, jadi tentu saja tidak etis," kata dia.

"Harusnya enggak usah di perbincangkan lagi nih, jadi kita sarankan saja tidak usah terlalu diperpanjang soal ini karena tidak etis, inkonstitusional, dan menurunkan kualitas P.ak Jokowi sendiri," jelas Bivitri.

 

4 dari 9 halaman

3. Perludem

Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, tampak mempertontonkan keakraban saat berkunjung ke Komando Distrik Militer (Kodim) 1503/Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. (Foto: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Senada dengan itu, Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan menyatakan, bahwa presiden yang dua kali menjabat tak bisa mencalonkan sebagai cawapres. Ada dua sebab, yaitu karena original intent konstitusi dan sistem pemilu.

Usep menjelaskan, bila merujuk original intent atau maksud pembuat ketentuan hukum dalam Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI 1945, ialah masa jabatan dan pemilihan sistem pemerintahan presidensial punya maksud untuk membatasi kekuasaan.

Dipilihnya sistem presidensial oleh pembuat konstitusi, menurutnya menyertai kesadaran sistem parlementer pada 1945-1959 yang usia pemerintahannya amat pendek dan kesadaran jabatan presiden era Soeharto dan Soekarno yang terlalu lama.

"Jadi, maksud utama Pasal 7 UUD NRI 1945 adalah membatasi dalam bentuk masa jabatan 5 tahun dan hanya bisa satu kali dipilih kembali," ucapnya.

Selain itu, istilah yang penting dirujuk dalam original intent adalah satu paket masa jabatan. Jadi, pemilu eksekutif nasional adalah pemilu presiden dan wakil presiden yang satu paket. Sehingga, jabatan eksekutif nasional adalah jabatan pasangan presiden dan wakil presiden yang satu paket.

"Pemilu presiden dan wakil presiden Indonesia tidak dipisah. Ini berbeda dengan pemilu presiden dan pemilu wakil presiden Filipina, yang dipisah," terangnya.

Usep menuturkan, Istilah original intent 'masa jabatan' tersebut menguatkan sebab kedua, mengapa presiden dua kali menjabat tidak bisa mencalonkan sebagai wakil presiden. Hal itu itu berpegang pada prinsip sistem pemilu mayoritas dan bisa berpegang pada Pasal 6A ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945.

Pasal 6A ayat 1 itu berbunyi, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Ayat 3 berbunyi, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

Usep menjelaskan, dalam konsep elektoral, ketentuan itu merupakan wujud dari sistem pemilu mayoritas. Artinya, dalam satu daerah pemilihan hanya ada satu kursi dan syarat keterpilihannya harus lebih dari 50 persen. Satu kursi di sini artinya satu kursi pasangan presiden dan wakil presiden, bukan satu kursi masing-masing untuk presiden dan wakil presiden.

Maka, presiden yang dua kali menjabat, atau wakil presiden yang dua kali menjabat, tak bisa mencalonkan lagi di pemilu berikutnya. Sebab, maksud jabatan yang sama adalah jabatan satu kursi pada daerah pemilihan pemilu pasang presiden-wakil presiden dalam sistem pemilu mayoritas.

"Kedua, secara aturan tidak bisa. Karena presiden 2 periode, tidak bisa lagi maju sebagai cawapres. Karena menurut pasal 8 (pasal 8 Ayat 1 UUD NRI 1945) cawapres akan menggantikan presiden jika mangkat, berhenti, atau diberhentikan. Jika jokowi jadi wapres, dia tidak bisa menggantikan presiden, karena sudah 2 periode jadi presiden," jelas Usep.

 

5 dari 9 halaman

4. Gerindra

Ditemani Menhan Prabowo Subianto, Presiden Jokowi Tinjau Pengolahan Budidaya Rumput Laut di Maluku (Foto: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman bicara peluang memasangkan Prabowo Subianto dengan Joko Widodo Atau Jokowi.

"Ya kalau kemungkinan ya ada saja. Dan secara konstitusi kan dipertegas oleh MK. Tanpa putusan MK kan juga sudah jelas, bisa," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta," Rabu 14 September 2022.

Habiburokhman mengatakan, secara konstitusi memang membolehkan Jokowi untuk maju lagi. Namun, dalam konteks politik tergantung kewenangan partai. Di Gerindra berada di tangan Prabowo selaku Ketua Umum Gerindra.

"Ya kalau secara konstitusi memungkinkan. Tapi dalam konteks politik ya itu bukan kewenangan saya. Kewenangannya ada di pak Prabowo kalau partai Gerindra," ungkap dia.

Sementara itu, di internal Gerindra masih mencari calon wakil presiden. Pada saatnya akan diumumkan.

"Sedang dalam proses. Pada saatnya akan diumumkan," kata Habiburokhman.

 

6 dari 9 halaman

5. PKB

Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kedua kanan) saat berada di atas kapal perang KRI Imam Bonjol 383 di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6). (Foto: Setpres)

Wakil Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq menolak wacana duet Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2024. Maman tidak setuju Presiden Jokowi maju lagi sebagai wakil presiden.

"Ya enggak setuju lah Jokowi jadi wapres, ngapain," kata Maman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 15 September 2022.

Maman pun menolak pernyataan Jubir MK Fajar Laksono bahwa presiden dua periode bisa maju lagi menjadi calon wakil presiden. Ia menilai, tidak mungkin Jokowi mau lagi menjadi wakil presiden.

"Saya rasa logika MK itu tidak logis. Kita itu banyak sekali kok kader-kader bangsa, masa Jokowi dari presiden ke wapres, enggak ada kerjaan banget, catat itu," tegasnya.

Sementara itu, PKB tetap pada sikapnya untuk mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden di Pemilu 2024.

Dia menerangkan, tidak ada pembahasan di internal koalisi Gerindra-PKB untuk menduetkan Prabowo dengan Jokowi. "Kita tetap presidennya Cak imin," ujar Maman.

 

7 dari 9 halaman

6. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi

Ketum ICMI, Jimly Asshiddiqie memberikan pernyataan pers dalam diskusi bersama media di Jakarta, Rabu (9/8). Dalam kesempatan itu, Jimly juga mengecam aksi main hakim sendiri dengan membakar hidup-hidup seorang pria di Bekasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assiddhiqie mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Sesuai UUD 1945, kata dia, seorang presiden hanya bisa menjabat selama dua periode.

"Sesudahnya tidak boleh lagi, termasuk jadi wapres. Jika setelah dilantik, presiden meninggal wapres langsung naik jadi presiden," kata Jimly dikutip dari akun twitternya, Kamis 15 September 2022. Liputan6.com sudah mendapat izin untuk mengutip pernyataan tersebut.

Dia menilai dari segi hukum maupun etika, presiden yang sudah menjabat dua periode tak bisa menjadi cawapres. Jimly menyebut presiden dan wakil presiden merupakan satu paket.

Dalam Pasal 7 UUD 1945, dijelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 kali masa jabatan.

Sementara itu, Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya

"Jika Jokowi jadi wapres 2024, maka Pasal 8 ayat (1) UUD 45 tidak akan dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7. Makanya, tidak ada tafsir lain yang mungkin kecuali bahwa Jokowi tidak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres dalam Pilpres 2024 nanti," ucap Jimly.

"Maka membaca Pasal 7 UUD harus sistematis dan kontekstual, jangan cuma titik koma. Intinya Presiden Jokowi tidak bisa nyalon lagi. TITIK," sambungnya.

Dia menuturkan bahwa yang diperbelohkan UUD 1945 yakni, apabila wapres mencalonkan diri menjadi calon presiden. Sebab, bukan jabatan yang sama dan sebagai penerus dan pengganti.

"Tapi mantan presiden dua kali mau jadi cawapres tidak boleh karena jika terjadi kekosongan seperti meninggal, wapres harus naik jadi presiden yang tidak boleh lagi ia jabat," ujar Jimly.

Dia pun mengkritik Juru Bicara MK Fajar Laksono sebagai orang pertama yang melontarkan pernyataan ini. Jimly mengingatkan bahwa staf pengadilan dilarang berbicara soal substansi.

"Statement Humas MK bukan putusan resmi MK, jangan jadi rujukan. Staf pengadilan dilarang bicara substansi," ucap Jimly.

 

8 dari 9 halaman

7. Mahkamah Konstitusi

Personil Brimob berjalan melintasi halaman depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (13/6/2019). Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Pemilu 2019 pada, Jumat (14/6). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mahkamah Konstitusi (MK) mengklarifikasi pernyataan soal presiden yang telah terpilih dua periode boleh menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024.

MK mengatakan pernyataan tersebut disampaikan bukan resmi atas nama lembaga.

"Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI," demikian dikutip dari siaran pers Humas MK, Kamis 15 September 2022.

Adapun pernyataan soal presiden dua periode bisa menjadi cawapres ini awalnya disampaikan oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono. Selain menjadi Juru Bicara MK, yang bersangkutan merupakan pengajar/akademisi.

"Pernyataan tersebut merupakan respon jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu," jelas Humas MK.

"Di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturanperundang-undangan dan kode etik," dikutip dari rilis Humas MK.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tak ada diatur secara eksplisit bahwa presiden yang terpilih dua periode masa jabatan maju lagi sebagai calon wakil presiden di ajang Pemilu.

"Soal Presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD," ujar Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono kepada merdeka.com, Senin 12 September 2022.

UUD 1945 Pasal Pasal 7 menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Di dalam aturan tersebut dapat dimaknai bahwa presiden dua periode masih bisa menjabat lagi sebagai wakil presiden. Secara normatif diperbolehkan, tetapi masalahnya terdapat dalam kacamata secara etika politik.

"Secara normatif mau dimaknai 'boleh' sangat bisa. Secara etika politik dimaknai 'tidak boleh', bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing," ujar Fajar.

Dia pun menegaskan, konstitusi secara eksplisit hanya menyebutkan presiden atau wakil presiden menjabat lima tahun, dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali selama satu periode dalam jabatan yang sama.

"Intinya, itu tidak ada aturan eksplisit di UUD," kata Fajar.

 

9 dari 9 halaman

8. Jokowi

Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pidato secara virtual di Sidang Majelis Umum PBB, Rabu (22/9/2021). Jokowi menyebut potensi kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina, dan krisis politik Myanmar harus jadi fokus bersama. (UN Web TV via AP)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi isu yang mencuat soal dirinya berpeluang menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Dia heran dengan munculnya isu atau wacana menjadi cawapres 2024.

Jokowi pun menegaskan munculnya isu mengenai masa jabatan tiga periode, perpanjangan masa jabatan presiden, hingga cawapres bukan dari dirinya. Ia pun sudah pernah menjawab kedua isu itu.

"Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapakn bukan saya, urusan 3 periode sudah saya jawab. Begitu dijawab muncul lagi yang namanya perpanjangan, juga saya jawab, ini muncul lagi jadi wapres, itu dari siapa?" kata Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (16/9/2022).

Untuk itu, Jokowi pun menolak mengomentari atas munculnya isu dan wacana dirinya menjadi cawapres di 2024. Pasalnya, isu Jokowi cawapres tersebut bukan disampaikan langsung olehnya.

"Kalau dari saya, saya terangkan. Kalau bukan dari saya, saya ndak mau terangkan. Itu saja," jelas Jokowi.

Infografis Muncul Lagi Wacana Duet Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya