Diserbu 1,5 Juta Pemudik saat Lebaran, Yogyakarta Dapat Berkah Rp 2 Triliun

Perputaran uang di Yogyakarta saat mudik Lebaran bisa mendekati Rp 2 triliun dibandingkan hari-hari biasa. Perputaran uang ini banyak terjadi di pusat oleh-oleh hingga tempat wisata.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Mei 2022, 14:00 WIB
Pesepeda berfoto di perempatan Tugu Pal Putih Yogyakarta, Sabtu (26/12/2020). Kini, proses penataan kembali kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta rampung dilakukan, dan area yang menjadi salah satu ikon kota Yogya terlihat lebih rapi tanpa gangguan kabel melintang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Musim libur Lebaran 2022 turut memberi berkah bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini mendapat tambahan jumlah penduduk atau pemudik mencapai 1,3-1,5 juta orang, yang berimbas pada pemasukan ekonomi yang mencapai Rp 2 triliun.

Hal itu diungkapkan Asisten Sekretariat Daerah DIY bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana.

"Jadi untuk Yogyakarta ini memang merupakan salah satu daerah tujuan wisatawan dan sekaligus daerah tujuan mudik. Jadi kalau lebaran begitu, penduduk Yogyakarta bisa bertambah jutaan orang," ujar Tri dalam keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).

Meningkatnya jumlah orang yang mendatangi daerah ini, kata Tri, sekaligus membawa berkah karena berdampak positif bagi seluruh insan pariwisata dan pelaku ekonomi kreatif di wilayah DIY.

"Bicara jumlah tambahan penduduk Yogya selama Lebaran, ini sekitar 1,3 sampai 1,5 juta jiwa," beber Tri.

Dengan tambahan jumlah penduduk tersebut, Tri memprediksi, perputaran uang di Yogyakarta bisa mendekati Rp 2 triliun dibandingkan hari-hari biasanya. Perputaran uang ini banyak terjadi di pusat-pusat oleh-oleh, tempat wisata dan lain sebagainya.

"Kemudian pusat-pusat oleh-oleh dan tempat wisata juga rame saling kunjung mengunjungi, makan-makan, minum-minum, saling memberikan angpao. Ini yang membuat gairah ekonomi kita semakin baik," ungkapnya.

Dalam rangka mengantisipasi jumlah wisatawan yang membludak selama periode Lebaran, Tri menambahkan, pihak terlebih dahulu melakukan perhitungan terkait jumlah warga yang berkunjung.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Kesehatan adalah Lokomotif

Suasana perempatan Tugu Pal Putih Yogyakarta, Sabtu (26/12/2020). Tugu yang dulunya bernama tugu Golong Gilig ini memiliki sejarah panjang dan menjadi salah satu keistimewaan kota Yogya ini terlihat rapi dan ramai dikunjungi wisatawan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Selanjutnya, pihaknya melakukan sejumlah persiapan seperti menyediakan stok bahan bakar, sembako dan lain-lain.

"Kami juga menerapkan strategi dengan melibatkan berbagai stakeholder seperi kepolisian dan dinas perhubungan dan lain-lain. Kendati tidak sempurna, namun tidak terjadi kemacetan dan lain-lain," tuturnya.

Meskipun pandemi Covid-19 relatif sudah lebih tertangani, ia menekankan bahwa kesehatan ibarat kereta api dimana kesehatan masih menjadi lokomotifnya. Sementara sektor lain seperti pariwisata, pendidikan dan sektor-sektor ekonomi lain menjadi gerbongnya.

"Jadi ketika kesehatan membaik, lokomotif maju, itu akan sektor pariwisata dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Ini berbeda dengan masa tidak pandemi, ekonomi menjadi lokomotifnya. Namun selama pandemi, kesehatan menjadi lokomotifnya," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Asal Mula Julukan 'Kota Pelajar' untuk Yogyakarta

Aktivitas masyarakat di kawasan Tugu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (10/10/2021). Wisatawan yang berkunjung di kawasan wisata Yogyakarta wajib mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan karena Daerah Istimewa Yogyakarta masih berstatus PPKM level 3. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. Julukan ini diduga berasal dari banyaknya pusat pendidikan yang berdiri di Yogyakarta.

Pusat-pusat pendidikan itu secara otomatis menarik minat para pelajar dari daerah lain untuk menuntut ilmu di sana. Meskipun belum ada penelitian pasti mengenai alasan di balik julukan kota pelajar atau kota pendidikan untuk Yogyakarta.

Dikutip dari berbagai sumber, julukan atau asal mula kota pelajar tidak berhubungan dengan pola pendidikan tradisional pada zaman dahulu, melainkan pendidikan modern. Konon, citra Yogyakarta sebagai kota pelajar dipengaruhi oleh simbol-simbol pendidikan yang ada di Yogyakarta.

Salah satunya adalah banyaknya pusat pendidikan yang ada di Yogyakarta. Fasilitas pendidikan yang lengkap akan menarik minat para pelajar untuk menuntut ilmu di kota ini.

Salah satu pusat pendidikan tertua di Yogyakarta adalah Universitas Gadjah Mada (UGM). Kampus ini menjadi salah satu universitas pertama yang didirikan setelah kemerdekaan.

Pada awal pendiriannya, UGM didaulat sebagai Balai Nasional Ilmu Pengetahuan dan Budaya bagi penyelenggara pendidikan tinggi nasional di Indonesia.

Keberadaan UGM di Yogyakarta seakan membuka keran berdirinya perguruan tinggi lain. Perguruan yang berdiri pun beragam, mulai dari kesenian hingga keagamaan.

Perguruan tinggi keagamaan dapat dilihat dari berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang menjelma menjadi Universitas Islam Indonesia. Sementara di bidang kesenian berdiri Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia.

Saat ini, keduanya melebur dan menjadi Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Saat ini setidaknya ada 100 lebih lembaga pendidikan negeri maupun swasta yang beroperasi di Yogyakarta.

Dengan banyaknya jumlah lembaga pendidikan tersebut, maka bisa dikatakan bahwa hampir semua cabang ilmu pengetahuan diajarkan di Kota Yogyakarta. Fakta ini semakin mengukuhkan status Yogyakarta sebagai kota pelajar.

Infografis Klitih di Yogyakarta dan Maraknya Kejahatan Jalanan Remaja. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya