Kepala PPATK: Penerimaan Negara Bisa Bocor Jika Penerapan Pajak Karbon Dilakukan Masif

Tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Mar 2022, 11:15 WIB
Ivan Yustiavandana dilantik Presiden Jokowi sebagai Ketua Pusat Pelaporan dan Analisi Keuangan (PPATK) masa jabatan 2021-2026 di Istana Negara Jakarta, Senin (25/10/2021).

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa masifnya penerapan pajak karbon Indonesia dapat menimbulkan potensi terjadinya kebocoran penerimaan negara yang berasal dari pajak karbon. Hal ini dilakukan oleh para oknum serta pelaku usaha.

Kebocoran itu berupa tax evasion, tax fraud, serta korupsi serta pencucian uang yang teridentifikasi sebagai tindak pidana yang terkait dengan pajak karbon.

Hal itu disampaikan dalam Kegiatan PPATK 3rd Legal Forum "Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon", Kamis (31/3/2022).

“Fenomena global tersebut sejalan dengan penelitian anti korupsi resource center pada 2021 yang menyatakan, bahwa korupsi pada pajak karbon dapat menurunkan efektivitas pengenaan pajak karbon pada pelaku usaha, sehingga berdampak tidak terwujudnya karbon net sink yang diterbitkan oleh pemerintah,” jelas Ivan.

Dia menjelaskan, tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan hasil penilaian risiko nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme tahun 2021 telah menetapkan tindak pidana korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang beresiko tinggi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

UU Nomor 15 Tahun 2022

Pelantikan Ivan Yustiavandana sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Masa Jabatan Tahun 2021-2026. Foto: (Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, tindak pidana di bidang perpajakan, rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah dibangun sejak dua dekade yang lalu melalui penerapan undang-undang Nomor 15 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2023 yang kemudian diamandemen melalui undang-undang nomor 8 tahun 2010.

Penerapan Undang-undang tersebut dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dan tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan, termasuk tindak pidana pajak karbon.

“Disrupsi pencucian uang melalui gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berjalan secara efektif dan optimal apabila dalam efektivitasnya dilakukan secara sinergitas dan solid antara sektor publik dan sektor privat termasuk pelaku usaha yang menghasilkan emisi karbon,” pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya