Ekonom: Fundamental Ekonomi Indonesia Masih Lebih Baik Dibandingkan 2013

Fundamental ekonomi Indonesia saat ini sudah lebih baik dibanding saat taper tantrum pada 2013.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2021, 12:30 WIB
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski pertumbuhan ekonomi masih di level negatif, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut setidaknya ada perbaikan di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior DBS Group Research Radhika Rao berpendapat fundamental ekonomi Indonesia saat ini sudah lebih baik dibanding saat taper tantrum pada 2013, ketika modal asing di negara berkembang termasuk Indonesia, terserap oleh kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah Amerika Serikat.

“Hal ini menunjukkan bahwa meski ada beberapa dampak dari aset emerging markets yang diakibatkan oleh penurunan (taper), (faktor) ini tidak lantas menjadi signifikan setelah adanya volatilitas,” kata Radhika Rao dikutip dari Antara, Jumat (25/6/2021).

Taper Tantrum merupakan fenomena yang bersumber dari sinyalemen otoritas di Amerika Serikat yang akan mengurangi nilai pembelian aset seperti obligasi, dan menurunkan gelontoran stimulus (quantitative easing/QE) yang selama ini dilakukan untuk menginjeksi likuiditas di pasar keuangan.

Alhasil, pasar khawatir terhadap sinyalemen berhentinya stimulus dari Bank Sentral AS The Federal Reserve. Kekhawatiran itu membuat investor mencari langkah aman dengan membalikkan modal ke instrumen keuangan di AS, dan meninggalkan gejolak di negara-negara berkembang. Gejolak di pasar keuangan karena penurunan nilai aset itu yang mendasari munculnya istilah Taper Tantrum.

Radhika melihat fundamental nilai tukar rupiah sudah lebih baik, jika menghadapi gejolak karena adanya arus modal keluar, seperti wacana yang muncul dalam beberapa waktu terakhir karena gestur The Federal Reserve menyikapi laju pemulihan ekonomi AS.

“Dari segi mata uang rupiah, fundamental Indonesia lebih baik dari tahun 2013 pada saat Taper Tantrum atau melonjaknya yield (imbal hasil) pada obligasi AS,” kata dia dalam seminar daring yang bertajuk Factoring Vaccination Distribution Into Economic Growth and Investment Mapping.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Stabilitas Pasar Keuangan

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

DBS yang berkantor pusat di Singapura, meyakini Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas di pasar keuangan, meskipun sikap bank sentral dalam beberapa waktu terakhir mengarah ke kebijakan akomodatif untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Di samping itu, selain ancaman dari taper tantrum akibat pemulihan ekonomi AS, Radhika berpandangan bahwa pulihnya ekonomi Indonesia akan sangat bergantung dari realisasi vaksinasi COVID-19. Kesehatan masyarakat harus dikedepankan agar Indonesia segera keluar dari krisis pandemi COVID-19.

“Vaksinasi jelas memegang peran penting dalam upaya pemulihan ekonomi dan pemetaan investasi di masa mendatang. Keuangan publik Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama dua dekade terakhir. Pemotongan suku bunga tidak akan terjadi, akan tetapi stabilitas pasar keuangan akan menjadi prioritas,” ujar Radhika.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya