Restrukturisasi Polis Bancassurance Jiwasraya Capai 93 Persen

Masalah di Jiwasraya bukan karena salah penerbitan produk melainkan adanya salah pengelolaan produk.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Apr 2021, 19:20 WIB
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melaporkan persetujuan polis untuk program restrukturisasi per 27 April 2021. Adapun persetujuan pemegang polis bancassurance saat ini sudah mencapai 93 persen, atau sebanyak 16.223 polis.

Sementara pemegang polis korporasi yang ikut restrukturisasi mencapai 82,8 persen atau 1.774 polis. Di sisi lain, pemegang polis ritel sudah mencapai 75,3 persen atau 134.792 polis.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menilai, kepercayaan pemegang polis dalam mengikuti program restrukturisasi terjadi berkat adanya keikutsertaan IFG Life dalam menaungi seluruh polis yang sudah direstrukturisasi.

"Suatu hal yang menggembirakan atas terbitnya izin operasional IFG Life. Ini menjadi titik terang bagi anggota kami yang selama ini mengalami kesulitan yang berdampak kepada pemegang polis dan kepercayaan," ujarnya, Rabu (28/4/2021).

Budi mengisahkan, bahwa sebenarnya masalah yang ada di Jiwasraya bukan terjadi dalam satu atau dua tahun ini. Hal ini terjadi karena adanya pembiaran masalah likuiditas perusahaan yang cukup lama.

Bahkan, menurut dia, masalah di Jiwasraya bukan karena salah penerbitan produk melainkan adanya salah pengelolaan produk, terlebih desain bunga produk yang tinggi.

"Produk yang dijual oleh Jiwasraya ini sesungguhnya juga dijual oleh perusahaan lain juga. Tercatat ada sekitar 22 perusahaan yang menjual produk serupa dari 60 perusahaan asuransi dan tidak semua bermasalah. Tapi di Jiwasraya salah pengelolaannya dan desainnya terlalu agresif," ungkapnya.

Agar kasus serupa tak terulang, Budi coba mengingatkan masyarakat yang mau membeli produk asuransi jiwa untuk memperhatikan beberapa hal. Antara lain terkait modal perusahaan, tingkat kesehatan keuangan perusahaan, hingga reputasi perusahaan.

"Untuk perusahaan hal-hal itu harus di-publish di website perusahaan setiap tiga bulan. Juga di koran atau media masa dan sifatnya wajib," imbuh Budi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Cegah Kasus Jiwasraya Terulang, OJK Minta Perusahaan Asuransi Hati-Hati Investasi

Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kasus gagal bayar perusahaan asuransi Jiwasraya menjadi pembelajaran bagi industri keuangan non bank (IKNB) untuk berhati-hati dalam menjalankan bisnis yang melibatkan kepentingan masyarakat.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengingatkan agar perusahaan asuransi berhati-hati dalam mengembangkan portofolio mereka di pasar modal.

"Kami ingin sampaikan, kepada pelaku industri asuransi untuk senantiasa mengedepankan aspek kehati-hatian dalam menjalankan investasi terutama di pasar modal," ujar Riswinandi dalam diskusi IFG Progress, Rabu (28/4/2021).

Lanjutnya, industri asuransi memiliki kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak. Dari penerimaan premi saja, perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab menjaga kualitas pengembangan dana tersebut. Oleh karenanya, perusahaan asuransi wajib menganalisa risiko investasi dan mitigasinya.

Pengawasan terhadap kegiatan investasi di sektor IKNB, diakui Riswinandi, memang lebih longgar dibandingkan sektor perbankan.

"Mereka betul-betul ketat. Ada komitenya, dievaluasi dulu sebelum kredit disalurkan, bahkan ada jaminan," ujar pejabat OJK itu.

OJK sendiri terus berupaya meningkatkan kapasitas pengawasan untuk memonitor portofolio investasi perusahaan asuransi, yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengawas pasar modal. Saat ini, OJK tengah mengembangkan aplikasi untuk membantu tugas tersebut.

"Jadi nantinya pengawas bisa setiap saat memonitor pergerakan investasi perusahaan asuransi, tidak perlu menunggu laporan bulanan. Itu tetap harus disampaikan, tapi kita bisa antisipasi melalui pengawasan terintegrasi," ujarnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya