Sukses

BRI Respons Positif OJK Hentikan Kebijakan Restrukturisasi Kredit, Ini Alasannya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah berakhir pada 31 Maret 2024.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah berakhir pada 31 Maret 2024. Dengan dicabutnya aturan tersebut, OJK menilai bahwa perekonomian Indonesia telah pulih dari dampak pandemi.

Berkaitan dengan itu, Direktur Utama BRI sekaligus Ketua Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), Sunarso mengungkapkan bahwa Kebijakan tersebut terbukti telah mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama menghadapi pandemi Covid 19 yang mulai meluas di Indonesia pada tahun 2020.

"BRI sendiri secara internal sudah tidak menggunakan kebijakan tersebut sejak tahun 2023 lalu sebagai upaya untuk penerapan prudential banking," ungkapnya.

“BRI juga telah menerapkan langkah antisipatif merespons berakhirnya relaksasi restrukturisasi Covid pada bulan Maret 2024, di mana BRI menyiapkan soft landing strategy," jelas Sunarso.

Dirinya pun optimis, dengan berakhirnya relaksasi tersebut tidak akan berdampak signifikan pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum.

Sebagai informasi, stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Langkah Antisipasi Risiko

Sebagai antisipasi risiko, BRI tetap melakukan pencadangan yang memadai, di mana hingga akhir Desember 2022 tercatat NPL Coverage BRI berada di level 305,73%. Cadangan itu pun digunakan untuk melakukan penghapusbukuan kredit UMKM yang benar-benar sudah tidak bisa direstrukturisasi lagi.

"Sehingga, pada Desember 2023 NPL Coverage turun di level 229,09% namun cadangan tersebut masih sangat memadai apabila terjadi pemburukan," ujar Sunarso.

Sebelumnya, Sunarso juga mengatakan bahwa BRI telah mencatatkan penyusutan nilai kredit terdampak COVID-19 yang direstrukturisasi, di mana outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 per Desember 2023 turun menjadi Rp54,5 triliun dari Rp107,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp54 triliun,” katanya.

Sunarso pun menyebut sejak awal pandemi terjadi, BRI telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki peranan krusial terhadap perekonomian Indonesia.

"Tercatat UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKMmenyerap 97% tenaga kerja dan menyediakan 99% lapangan kerja di Indonesia," sebutnya.

"Namun, adanya pandemi Covid-19 memberikan tekanan berat bagi pelaku UMKM, karena mereka tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya," jelas Sunarso.

Ia pun mengatakan, fokus BRI dalam memberdayakan dan membangkitkan aktivitas pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat pandemi menjadi motor kinerja keuangan BRI pada saat itu.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.