Menengok Dampak UU Cipta Kerja ke Sektor Properti, Kelas Menengah Terlupakan?

Bagi masyarakat atau pekerja kelas menengah yang belum memiliki rumah perlu mendapatkan perhatian sendiri dari pemerintah.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Okt 2020, 09:00 WIB
Sebuah maket apartemen di tampilkan di Festival Properti Indonesia di Jakarta, Selasa (14/11). Festival property tersebut menawarkan program KPR suku bunga 5,99% efektif satu tahun pertama dan 6,35% efektif selama dua tahun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menciptakan pro kontra. UU Cipta Kerja ini diniatkan oleh pemerintah untuk menggenjot perekonomian nasional dengan mempermudah berbagai investasi yang akan masuk ke Indonesia, salah satunya bisa turut mendongkrak industri properti.

Country Manager Rumah.com Marine Novita menyatakan, UU Cipta Kerja diharapkan bisa berdampak positif dan menggairahkan sektor properti di Indonesia. Selain itu regulasi baru ini bisa membawa lebih banyak optimisme di pasar properti Indonesia, di kelas atas dan menengah ke bawah.

Pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja terkait industri properti sepertinya ada yang dimaksudkan untuk segmen premium dan ada yang dimaksudkan untuk segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Untuk segmen premium misalnya dengan membuka kepemilikan apartemen di atas tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk Warga Negara Asing (WNA). Sedangkan untuk segmen MBR salah satunya melalui amanah pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.

Namun yang perlu dicermati, dampak terhadap sektor properti tidak bisa dilihat hanya dari dua segmen ini saja. Perubahan seputar ketenagakerjaan dan pengupahan dapat mempengaruhi daya beli dan kemampuan finansial kelas menengah yang merupakan segmen sangat besar dalam sektor properti.

Marine berharap UU Cipta Kerja bisa mendorong industri properti di tanah air karena adanya regulasi baru di pasar premium dimana WNA diberikan kemudahan dalam membeli apartemen. Mereka bisa memiliki apartemen di atas tanah HGB, sebelumnya hanya terbatas di atas tanah dengan status hak pakai.

"Selain itu adanya pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dalam UU Cipta Kerja membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota," jelas Marine  dalam keterangan tertulis, Minggu (24/10/2020).

Adanya perubahan regulasi ini diharapkan WNA dapat berburu hunian dengan lebih mudah. Namun masyarakat tidak perlu khawatir harga apartemen di atas tanah HGB akan naik secara drastis karena keluarnya UU Cipta Kerja akan diikuti oleh peraturan pelaksanaan di bawahnya yang diperkirakan akan mengatur tentang batasan harga apartemen yang bisa dimiliki oleh WNA.

 

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

MBR

Pengunjung melihat maket perumahan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Dengan dilonggarkannya rasio LTV, BI optimistis pertumbuhan KPR bertambah 3,7%year on year (yoy) hingga semester I-2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Marine menambahkan UU Cipta Kerja juga mengamanahkan agar pemerintah mendirikan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. Badan ini bertujuan agar mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR sekaligus mengatasi backlog atau minimnya pasokan dibandingkan dengan kebutuhan rumah murah.

Selain mempercepat penyediaan perumahan, lembaga baru ini juga akan mengelola dana konversi hunian berimbang yang kemudian akan dimanfaatkan untuk membangun rumah susun umum di wilayah perkotaan. Diharapkan penyediaan rumah bagi MBR bisa dipacu setelah dibentuk badan ini sehingga backlog perumahan bisa segera diselesaikan.

Masyarakat berpenghasilan rendah saat ini memang sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah terutama dalam kepemilikan rumah.

"Sebelumnya pemerintah menghadirkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sehingga MBR bisa mendapatkan kesempatan untuk memiliki rumah karena tidak semua MBR bisa mempunyai akses ke perbankan untuk mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Selain itu juga adanya kebijakan subsidi bunga KPR bagi MBR,” jelas Marine.

Perhatian khusus dari pemerintah terhadap MBR juga tercermin dari hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2020, dimana sekitar 36 persen responden MBR menyatakan kepuasannya terhadap langkah pemerintah untuk menstabilkan pasar properti tanah air. Sementara MBR yang menyatakan ketidakpuasannya hanya sejumlah 19 persen responden.

 

3 dari 3 halaman

Kelas Menengah

Pengunjung mendapatkan penjelasan saat pameran properti Mandiri Fiesta Expo di Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pameran ini juga menawarkan promo diskon 20 persen premi Asuransi dan free e-Money untuk nasabah Mandiri Group dan nasabah Sinar Mas Land yang mengajukan KPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bagi masyarakat atau pekerja kelas menengah yang belum memiliki rumah perlu mendapatkan perhatian sendiri dari pemerintah agar bisa segera memiliki rumah karena berbagai fasilitas atau kebijakan pemerintah selama ini belum berpihak kepada kelas menengah.

Sebagai contoh mereka tidak bisa memanfaatkan fasilitas Tapera meskipun wajib menjadi pesertanya sementara potensi segmen menengah cukup besar yang ditunjukkan dari hasil Rumah.com Consumer Sentiment Survey H 2020, dimana 82 persen responden mencari hunian dengan harga kurang dari Rp 750 juta, terdiri dari 22 persen responden mencari hunian dengan harga Rp 500 juta hingga Rp 750 juta dan 60 persen lainnya mencari rumah dengan kurang dari Rp 500 juta.

Mereka juga bisa memilih lokasi hunian dengan harga yang masih terjangkau karena menurut data Rumah.com Indonesia Property Market Index Q2 2020 ada sentimen positif dari sisi penawaran di segmen kelas menengah dan menengah bawah dimana segmen terpopuler adalah rumah di kisaran harga Rp 300-750 juta.

Sementara merujuk pada data pencarian Rumah.com di mana 26 persen dari total pencari hunian melalui situs Rumah.com mencari hunian pada kisaran harga Rp 300-750 juta. Sedangkan jika ditambahkan lagi dengan pencari hunian di bawah Rp 300 juta, maka besarnya mencapai 44 persen dari total pencarian dalam satu tahun terakhir.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya