Wall Street Perkasa, Nasdaq Cetak Rekor Tertinggi

Pada perdagangan Kamis, indeks Nasdaq di Wall Street ditutup cetak rekor dengan melampaui level di atas 11.000 untuk pertamakalinya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Agu 2020, 06:45 WIB
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta - Wall Street atau bursa saham New York Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Penguatan masih dipimpin oleh saham-saham teknologi.

Kenaikan Wall Street terjadi karena pada pelaku pasar melihat ada tanda-tanda stimulus tambahan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah Donald Trump. Selain itu, penguatan juga terjadi karena data pengangguran yang membaik.

Mengutip CNBC, Jumat (7/8/2020), Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup 185,46 poin lebih tinggi atau menguat 0,7 persen menjadi 27.386,98. Indeks S&P 500 naik 0,6 persen menjadi 3.349,16 dan Nasdaq Composite naik 1 persen menjadi 11.108,07.

Pada perdagangan Kamis, Nasdaq ditutup cetak rekor dengan melampaui level di atas 11.000 untuk pertamakalinya. Indeks acuan ini naik selama tujuh hari berturut-turut.

Baik Dow Jones dan S&P 500 membukukan kemenangan beruntun lima hari. Indeks S&P 500 juga ditutup hanya 1,3 persen di bawah rekor yang dicetak pada 19 Februari.

Facebook melonjak lebih dari 6 persen dan saham Apple naik 3,5 persen. Netflix naik 1,4 persen. Untuk Amazon dan Microsoft masing-masing naik 0,6 persen dan 1,6 persen.

Saham-saham ini telah menyumbangkan sebagian besar keuntungan di Wall Street dari level terendah pada 23 Maret dan semuanya dengan mudah mengungguli S&P 500.

Kepala investasi Pence Wealth Management Dryden Pence menjelaskan, pasar saham memang bergerak dua arah. Ada sektor-sektor yang mengalami tekanan besar karena datangnya pandemi.

"Namun ada juga yang mampu mencetak untung dan meninggalkan sektor-sektor lain yang tengah berusaha tak jatuh ke zona merah," kata dia.

Pence melanjutkan, gerakan Wall Street jauh lebih baik dibanding dengan banyak yang dipikirkan oleh pelaku pasar. Saat ini ia melihat masih ada kesempatan untuk beli meskipun kenaikannya sudah cukup tinggi.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Stimulus

Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Pemimpin Senat Mitch McConnell mengatakan bahwa anggota parlemen masih berselisih tentang seberapa banyak stimulus yang tepat untuk dikucurkan saat ini. Dia menambahkan bahwa RUU yang disahkan Senat akan membutuhkan perlindungan kewajiban bagi perusahaan yang terkena dampak pandemi.

Namun, dalam wawancara lain, Ketua DPR Nancy Pelosi menyoroti Partai Republik dan prioritas mereka. Dia menyatakan mungkin Partai Republik salah mengira sebagai seseorang yang peduli. Namun, kata Pelosi, kedua belah pihak akan mencari solusi atas situasi tersebut.

"Jika tidak ada kesepakatan, pelaku pasar harus mencari solusi lain yaitu melakukan aksi jual," kata Jim Cramer.

“Ini tidak seperti kita bisa menghindari kesepakatan dan mengatakan itu tidak masalah. Dan itulah yang saya khawatirkan."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya