Pungut Pajak Netflix Cs, DJP Tunggu Omnibus Law

Omnibus law perpajakan nantinya akan diatur mengenai Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk perusahaan luar negeri.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Nov 2019, 19:14 WIB
Pengguna bisa share tayangan Netflix ke IG Stories. (Liputan6.com/ Yuslianson)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pemungutan pajak badan perusahaan asing di Indonesia seperti Netflix dan Google menunggu omnibus law perpajakan.

Dalam omnibus law perpajakan nantinya akan diatur mengenai Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk perusahaan luar negeri.

"Kalau kita beli film mungutnya gimana? kan yang membeli ada di sini, mungutnya susah kan. Makanya dengan Omnibus kita minta tolong, 'hey kamu tolong pungutin' meskipun orangnya di luar," ujar Suryo di Kawasan Senayan, Jakarta, Senin (25/11).

Secara prinsip pemajakan atau subjek pajak diatur dalam undang-undang (UU) PPh. Sementara kalau bicara mengenai pajak atas barang dan jasa maka aturan yang digunakan adalah UU PPN. Oleh karena itu, agar keduanya bisa diakomodir harus menggunakan omnibus law perpajakan.

"Pertanyaan selanjutnya apakah kita bisa pajaki PPN mereka ini? seharusnya orang yang membeli barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak maka melaporkan pajaknya sendiri, PPN bisa setor sendiri, seharusnya," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Terkendala Aturan

Buat kamu para pecinta film kini Netflix hadir di Indonesia lho. Kamu yang hobi menonton film pastinya akan sangat dimudahkan.

Suryo melanjutkan, aturan yang ada saat ini tidak memungkinkan pemerintah menarik pajak dari subjek di luar negeri. Padahal banyak perusahaan internasional yang mendapatkan penghasilan dan penjualan dari masyarakat Indonesia.

"Nah lewat omnibus nanti kita lihat diskusinya seperti apa. Tapi secara prinsip kita ingin fair play. Siapa yang membeli, harus membayar. Siapapun yang menghasilkan di Indonesia, harus bayar. Itu saja intinya," jelasnya.

Dia menegaskan, siapapun yang menjual barang di Indonesia diwajibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apalagi barang atau jasa yang dijual secara digital tidak bisa dipantau seperti halnya barang yang fisik yang diimpor melalui pelabuhan atau bandara.

"Jadi kenapa kita membuat pilar di omnibus mengenai pemungutan PPN oleh yang ada di luar negeri, Karena luar negeri by UU bukan subjek pajak kita, kalau barang jelas lewat (Tanjung) Priok dan (bandara) Soekarno-Hatta, kalau beli jasa beli film kan langsung (secara digital)," tandasnya.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya