BI: Pertumbuhan Kredit Triwulan III 2019 Melambat

Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan triwulanan kredit baru melambat pada triwulan III-2019

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 16 Okt 2019, 11:30 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan triwulanan kredit baru melambat pada triwulan III-2019 dan diprakirakan kembali meningkat pada triwulan IV-2019. 

Dikutip Liputan6.com dari survei tersebut, perkembangan tersebut tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada triwulan III-2019 sebesar 68,3 persen, lebih rendah dibandingkan 78,3 persen pada triwulan sebelumnya.

"Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan tersebut terutama bersumber dari kredit investasi dan kredit konsumsi," tulis Bank Indonesia.

Sementara itu, pada triwulan IV-2019 pertumbuhan kredit baru diprakirakan meningkat, didorong oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi yang menguat dan juga risiko penyaluran kredit yang relatif terjaga.

Sejalan dengan prakiraan meningkatnya pertumbuhan kredit baru, kebijakan penyaluran kredit pada triwulan IV-2019 diprakirakan lebih longgar, terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 11,8 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan 12 persen pada triwulan sebelumnya.

Pelonggaran standar penyaluran kredit terutama akan dilakukan terhadap kredit kepemilikan rumah/apartemen, kredit investasi, dan kredit UMKM, dengan aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar antara lain plafon kredit, suku bunga, dan agunan.

Hasil survei mengindikasikan perlambatan pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2019. Kredit diprakirakan tumbuh 9,7 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan triwulan sebelumnya maupun dengan realisasi tahun sebelumnya.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Dongkrak Kredit, BI Relaksasi Hitungan Rasio Likuiditas Perbankan

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) kembali merelaksasi aturan terkait dengan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Aturan berlaku bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS) per 2 Desember 2019.

RIM merupakan penghitungan likuiditas. RIM dihitung dengan skema financing to funding ratio (FFR). Penghitungannya, kredit ditambah surat berharga yang dibeli atau pendanaan ditambah penerbitan surat berharga.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, kebijakan akomodatif ini sejalan dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Sejalan dengan masih tersedianya ruang kebijakan makropudensial, BI memandang kebijakan akomodatif perlu dilanjutkan.

"Kebijakan makropundensial sifatnya kalau kredit itu lagi turun maka kita dorong supaya pertumbuhan ekonomi tidak semakin lemah. Kalau kredit lagi kuat tinggi pertumbuhan kita agak rem agar tidak terlalu tinggi menimbulkan instabilitas," kata dia di di Kantornya, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

"Sekarang ada kecenderungan kredit perbankan alami pelemahan. Jadi kebijakan makropudensial ini tujuan utuk mengembalikan agar kredit bisa lebih tinggi lagi," tambah dia.

Dia mengatakan aturan baru ini berbeda dengan yang sebelumnya pernah dikeluarkan pada awal April 2019 lalu. Di mana, aturan RIM kali ini menekankan pinjaman atau pembiayaan nantinya dapat melalui bank dalam negeri maupun luar negeri.

"Dari dalam negeri itu antar bank tidak dihitung dikecualikan. Yang luar negeri bersumber dari bank maupun non bank," kata dia.

3 dari 3 halaman

Rincian

Perbankan sudah bisa merasa optimis dalam melanjutkan pembiayan KPR, sebab banyak katalis positif pada properti. Ada dua faktornya yaitu penurunan BI 7DRRR menjadi 5% dan berlanjutnya program Nawa Cita.

Dalam aturan baru ini juga ada beberapa komponen pinjaman bagi Bank Umum Konvensional (BUK), dan pembiayaan yang diterima bagi Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM.

Sementara untuk target rasio RIM masih berada di kisaran 84-94 persen. Angka ini tidak berubah dan dianggap sudah optimal. Hanya saja, pihaknya akan mendorong agar perbankan untuk mencapai target rasio tersebut.

"Sekarang aturan RIM target rasio yang optimal antara 84-94 persen. Ini sebuah range yang optimal. Bank didorong bergerak di angka 84-94 persen," katanya.

Kendati begitu, kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit ini tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Oleh sebab itu, BI hanya mendorong bank yang memiliki kualitas kredit yang baik non perfoming loan (NPL) dan ketahanan modal yang memadai untuk melakulan ekspansi kredit atau pembiayaan.

"Bank NPL di atas 5 persen tidak perlu ekspansi kredit besar-besaran. Bank di bawah 5 persen itulah yang kita tarik," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya