Iklankan Seruan Demonstrasi, Google Dianggap Intervensi Kedaulatan Rusia

Rusia telah meminta Google untuk berhenti mengiklankan seruan demonstrasi "ilegal" di platform hosting video YouTube.

oleh Siti Khotimah diperbarui 12 Agu 2019, 12:36 WIB
Kantor pusat Google. Foto: Digital Trends

Liputan6.com, Moskow - Rusia telah meminta Google untuk berhenti mengiklankan seruan demonstrasi "ilegal" di YouTube.

Langkah Moskow itu menindaklanjuti protes politik yang dilakukan oleh puluhan ribu orang pada Sabtu, 10 Agustus 2019 yang menuntut pemilihan bebas untuk badan legislatif ibu kota Rusia. Saat itu, beberapa saluran YouTube menyiarkan seruan aksi. Bahkan, beberapa video telah menarik lebih dari 50.000 orang, menurut pengawas seperti dilansir dari Al Jazeera, Senin (12/8/2019).

Salah seorang pengawas komunikasi Rusia, Roscomnadzor, mengatakan pada Minggu, pihaknya telah menulis surat kepada Google. Ia mencatat, beberapa entitas telah membeli fasilitas iklan dari YouTube, seperti push notification, untuk menyebarkan informasi tentang protes tersebut. Demonstrasi itu dianggap oleh pihak negara berpotensi mengganggu pemilihan umum.

Pemerintah yang berbasis di Moskow akan menganggap hal itu sebagai campur tangan Google dalam urusan kedaulatannya. Khususnya, dalam menghalangi proses "pemilihan demokratis di Rusia".

2 dari 3 halaman

Google Bungkam

Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Hingga saat ini, tidak terdapat komentar langsung dari Google.

Selama lima tahun terakhir, Rusia memang telah memperkenalkan undang-undang yang lebih keras; mengharuskan mesin pencari untuk menghapus beberapa hasil pencarian, layanan pesan untuk berbagi kunci enkripsi dengan layanan keamanan, dan jejaring sosial untuk menyimpan data pribadi pengguna Rusia di server di dalam negara.

Moskow juga memiliki rekam jejak yang memberikan tekanan regulasi bagi Google - yang merupakan saingan dari perusahaan pencarian internet milik Rusia, Yandex.

Pada akhir 2018, Rusia mendenda Google 500.000 rubel (sekira Rp 108 juta) karena gagal mematuhi persyaratan hukum untuk menghapus entri tertentu dari hasil pencariannya.

Awal tahun itu, Google menghapus iklan YouTube milik pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny, setelah pihak berwenang mengeluh bahwa video itu melanggar undang-undang yang melarang kampanye sebelum pemungutan suara untuk gubernur regional. 

3 dari 3 halaman

Simak video pilihan berikut:

Demonstrasi pro demokrasi dan pemilu adil di Moskow, Rusia (AP PHOTO)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya