Menlu Sebut Perempuan Berpeluang Bisa Jadi Presiden

Perempuan pertama Menlu Indonesia itu merasa bersyukur tinggal di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2019, 18:06 WIB
Menlu Retno Marsudi memberi keterangan usai pertemuan bilateral dengan Menlu Afghanistan Salahuddin Rabbani di Kantor Kemenlu, Jakarta, Jumat (15/3). Pertemuan membahas dukungan Indonesia atas proses perdamaian di Afghanistan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi berbicara soal peluang perempuan Indonesia menjadi Presiden suatu hari nanti. Menurutnya, kesempatan tersebut terbuka karena masyarakat Indonesia sudah tidak mengungkit masalah gender.

Hal itu, kata Menlu Retno, dibuktikan dalam sejarah Indonesia pernah memiliki presiden perempuan yakni Megawati Soekarnoputri yang menggantikan Presiden sebelumnya, Abdurahman Wahid atau biasa dikenal Gusdur.

"Itu menunjukkan bahwa negara kita tidak perlu lagi mengungkit masalah gender. Jadi siapapun perempuan itu bisa jadi presiden," kata Retno sebelum acara nonton bareng film 'Longshot' di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (2/5).

Perempuan pertama Menlu Indonesia itu merasa bersyukur tinggal di Indonesia. Karena negara ini sangat terbuka soal perempuan dan tidak pernah dibatasi untuk berpolitik.

"Kita memiliki hak yang sama untuk berkarya. Kalau tidak ada keberpihakan dari sisi policy, tidak ada keberpihakan masyarakat dan keluarga, kita bisa berkarya sebisa mungkin," kata Retno lagi.

 

2 dari 2 halaman

Banyak Gubernur dari Perempuan

Usai mencoblos, Menlu Retno memasukan surat suara ke kotak yang telah ditentukan (Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty)

Hal senada juga disampaikan oleh Najwa Shihab. Menurutnya, di zaman keterbukaan ini, siapa pun berhak dan mungkin untuk menjadi orang nomor 1 di Indonesia (Presiden RI). Dia melihat, di sejumlah daerah dari menjadi Bupati sampai Gubernur banyak yang dari kalangan perempuan tanpa memandang status.

"Yang awal mulanya apakah itu birokrat pengusaha atau yang dulu dianggap 'wah enggak mungkin kalau jadi presiden nih' atau enggak punya koneksi atau keluarga yang tidak punya kepentingan atau enggak punya uang cukup banyak. Kalau menurut saya demokrasi kita memungkinkan siapa pun dan untuk menduduki posisi apapun," terangnya.

Nana sapaan akrabnya ini menilai, masalah perempuan untuk menduduki jabatan politik merupakan isu lampau. Karena bangsa Indonesia sekarang sudah melihat tanpa memandang gender. Apalagi demokrasi negara ini sangat terbuka soal kedudukan jabatan politik.

"Jadi kalau ditanya apakah kemungkinan saya (perempuan) bisa jadi presiden, kenapa tidak?" tandas Nana.

Reporter : Raynaldo Ghiffari Lubabah

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya