3 Fakta soal Obesitas Titi Wati, Pemilik Berat 350 Kg dari Palangka Raya

Titi Wati mengalami obesitas sejak 2013. Dia mengaku dirinya sempat menjalani program diet untuk mengecilkan berat badannya.

oleh Maria Flora diperbarui 12 Jan 2019, 19:15 WIB
Akhirnya, Titi Wati (37) wanita obesitas yang memiliki berat 350 kg, Jumat (11/1), pagi dievakuasi dari rumahnya di Jalan George Obos 25 ke Rumah Sakit Umum (RSUD) Dorrys Sylvanus Palangka Raya. (Liputan6.com/

Liputan6.com, Jakarta - Nama Titi Wati, belakangan menjadi bahan perbincangan di media sosial. Seperti halnya bocah Arya asal Tasikmalaya, Titi memiliki bobot tubuh yang terbilang fantastis.

Bobot wanita 37 tahun itu mencapai 350 kilogram, sehingga tidak memungkinkannya beraktivitas lagi. Titi hanya tengkurap di rumah kontrakannya.

"Saya berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada saya untuk pengobatan menurunkan berat badan yang sudah mencapai sekitar 350 kilogram lebih," kata Titi Wati di rumahnya di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu, 6 Januari 2019, dilansir Antara.

Belakangan doanya terjawab. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Palangka Raya menyatakan siap melakukan operasi lambung terhadap wanita penderita obesitas itu.

Selain tim medis dari RSUD Doris Sylvanus, sejumlah dokter dari rumah sakit lain akan membantu Titi menurunkan berat badan. Mereka terdiri dari dokter bedah digestif, dokter anastesi dan perawat lain yang akan membantu operasi.

Berikut sejumlah fakta soal obesitas Titi Wati, wanita asal Palangka Raya yang memiliki berat badan 350 kilogram:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

1. Obesitas Sejak 2013

Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Titi Wati mengalami obesitas sejak 2013. Dia mengaku dirinya sempat menjalani program diet untuk mengecilkan berat badannya. Antara lain dengan mengonsumsi obat herbal.

Cara itu diakuinya menunjukkan hasil karena berat badannya sempat berkurang. Saat itu, bobot Titi turun jadi 167 kilogram.

Namun, beratnya kembali naik karena dia tak mampu membeli obat herbal yang harganya semakin mahal.

"Setelah tidak mampu membeli minuman herbal penurun berat badan itu, saya pun menjalani aktivitas saya seperti orang normal. Makan dan minumpun juga tidak terkontrol lagi, sehingga berat badan saya yang saat itu sempat 167 kilogram, kini menjadi 350 kilogram lebih," kata Titi.

3 dari 4 halaman

2. Karena Camilan

Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Camilan, es, gorengan adalah salah satu kudapan yang sangat Titi gemari. Ibu satu ini mengaku tiada hari tanpa memakan camilan setiap hari.

"Enggak ada makan apa-apa. Cuma itu tadi suka ngemil, segala minum es. Dulu dibilangin dokter tuh kelebihan hormon," ungkap ibu satu anak ini.

Berat tubuhnya yang semakin membesar setiap hari, lama-kelamaan membuat Titi tak mampu lagi berjalan. Karena kakinya tak kuat menahan beban tubuhnya. Sehari-hari pekerjaan rumah dilakukan oleh putrinya Herlina (19).

"Setiap kali bangun tidur bagian kaki saya selalu sakit seperti keram, kemudian badan terasa sakit semua," ucap perempuan yang memiliki hobi bernyanyi tersebut.

 

4 dari 4 halaman

3. Tak Pernah Diperiksakan ke Dokter

Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Wati mengaku tidak pernah melakukan pengobatan atau memeriksa kondisi kesehatannya ke dokter dan rumah sakit. Karena menurut sang suami, dirinya harus lebih banyak bersyukur atas apa yang suah diberikan Tuhan.

"Kata suami saya, ambil hikmahnya saja dan syukuri keadaan yang sudah diberikan Tuhan. Mau bagaimana lagi, kami berbuat kalau ini sudah nasib dari keluarga kami," ucap Wati menirukan perkataan suaminya Edi (52) yang bekerja sebagai pencari kayu hutan.

Sementara itu, dampak yang akan ditimbulkan jika penderita obesitas tak segera diobati dapat memicu terjadinya kanker. Misalnya kanker ovarium.

Hal ini diungkap oleh pakar gizi Saptawati Bardosono dalam acara simposium "The Role of Nutrition in The Prevention and Treatment of Obesity" di Hotel Aryaduta, Jakarta.

"Ketika seseorang obesitas, terjadi peningkatan peradangan dalam tubuh. Ini penanda biokimia, yang memunculkan radikal bebas di tubuh. Peradangan dipengaruhi penyimpanan lemak, yang dipicu lonjakan insulin--hormon yang dihasilkan pankreas untuk mengolah gula--dari konsumsi makanan manis," jelas Tati, sapaan akrabnya, pada Minggu (29/7/2018).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya