Polri Gencatan Senjata dengan KKSB Papua Selama Natal dan Tahun Baru

Kapolri mengataka, Polri melakukan pengejaran para pelaku pembantaian pekerja di Papua dengan operasi penegakan hukum terbatas.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 27 Des 2018, 13:20 WIB
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengikuti raker dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6). Rapat membahas Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, tetap mengejar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) pelaku pembantaian pekerja PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga, Papua. Namun, pihaknya mengendurkan upaya tersebut selama momen Natal dan Tahun Baru.

"Untuk Natal dan Tahun Baru saya sudah perintahkan cooling down, gencatan senjata dulu," tutur Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018).

Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Momen Natal di mana peribadatan ramai di gereja menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, daerah Papua sangat menghargai suasana tersebut.

"Di sana sangat menghargai gereja. Jadi sepanjang di sana nggak repot (KKSB), ya janganlah yang sini ngejar-ngejar. Karena itu sensitif, apalagi kalau ada korban di Natal Tahun Baru," jelas dia.

Polri melakukan pengejaran para pelaku pembantaian pekerja di Papua dengan operasi penegakan hukum terbatas. Sebab, isu propaganda juga dilakukan oleh KKSB agar menarik simpati hingga ke dunia internasional.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tetap Mengejar

"Intinya tetap dilakukan pengejaran tapi tidak terlalu banyak diekspose. Ditangkap ya sudah saja. Jangan (media) yang disampaikan pas lagi polisi mukul begini, maka digoreng lagi sama mereka (KKSB). Ini genderang propaganda mereka yang teman-teman bisa masuk tanpa sadar," kata Tito.

KKSB, kata Tito, tentu melakukan penyerangan dengan sejumlah pertimbangan. Aksi brutal dalam bentuk pembantaian dilakukan agar terjadi dialog dengan pemerintah dalam upaya melepas Papua dari Indonesia.

"Kemudian memancing aksi eksesif akibat aksi balasan dari pemerintah. Nanti aksi ini bisa buat isu baru, pelanggaran HAM berat pemerintah," Tito menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya