Menpar Arief Yahya Angkat Bicara soal Polemik Mafia Tiongkok di Bali

Menteri Pariwisata Arief Yahya akhirnya ikut angkat bicara soal 'zero dollar tour' dan praktik mafia Tiongkok di Bali.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 28 Nov 2018, 18:00 WIB
Kemenpar melakukan pemantauan khusus terhadap Lombok karena lombok merupakan destinasi wisata prioritas, atau masuk 10 Bali Baru

Liputan6.com, Jakarta Kunjungan wisatatawan mancanegara (wisman) asal Tiongkok ke Pulau Dewata mulai terdampak polemik “Zero Dollar Tour”.

Padahal menurut data Ctrip, Online Travel Agent terbesar di Tiongkok, Bali masih menduduki peringkat satu  The Best Honeymoon Destination 2018. Bali juga masuk daftar peringkat 4 Top 10 Best Destination Worldwide dan nomor 4 dalam daftar 10 besar The Best Luxury Destination.

Namun polemik soal “Zero Dollar Tour” dianggap membuat  gaduh dan menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi industri pariwisata di Bali. Polemik itu muncul lantaran adanya praktik curang agen travel asal Tiongkok yang menjual pariwisata Bali dengan harga sangat murah.

Soal itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya pun angkat bicara. Menurutnya jangan biarkan dunia pariwisata dipenuhi kegaduhan. Baginya pariwisata adalah industri hospitality, bisnis yang mengedapankan keramah-tamahan.

"Kalau masalahnya business to business, selesaikan di level asosiasi," kata Arief Yahya menurut informasi resmi yang diterima Liputan6.com.

Karena itu, Menpar Arief Yahya sudah menyarankan agar ASITA (Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies) bertemu CNTA (China National Tourism Association), dan membuat “White List Tour Agencies – Tour Operators” untuk sama-sama membuat daftar atau meregistrasi TA-TO (Travel Agen dan Travel Operator), yang direkomendasi kedua belah pihak, sehingga mudah mengontrolnya ketika ada keluhan.

"Ini adalah cara yang paling smooth, paling halus, paling bijak, untuk menyelesaikan case Zero Dollar Tour di Bali. Ibaratnya, menangkap ikan, tanpa harus membuat keruh airnya. Dari situ, tidak perlu heboh-heboh, masing-masing asosiasi bisa saling mengontrol anggotanya untuk menjaga iklim bisnis yang baik," ungkap Arief Yahya.

Arief Yahya menyebut, di sektor pariwisata ia menggunakan prinsip “Industry Lead, Government Support”, bukan sebaliknya. Karena ada banyak hal yang pemerintah tidak boleh terlalu ikut campur di urusan bisnis. Pemerintah lebih menjaga regulasi, agar iklim usaha pariwisata semakin kondusif dan berkembang.

Lalu bagaimana dampak polemik yang sudah terlanjur viral, termasuk di media China itu? Arief  Yahya mengatakan, dampak kegaduhan itu sangat besar. Hampir semua maskapai penerbangan berkeluh kesah ke dirinya, banyak yang mengagalkan penerbangannya.

"Apalagi yang chartered flight, puluhan yang sudah cancel, batal terbang ke Bali. Banyak TA TO juga menyesalkan situasi menjadi seperti ini? Saya amati angka-angkanya, memang betul, dampaknya serius buat Bali," ujar Arief Yahya.

 

2 dari 2 halaman

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Sejumlah wisatawan mengunjungi Pelataran Agung Pura Lempuyang, Karangasem, Bali, Kamis (7/12). Erupsi Gunung Agung menyebabkan sejumlah destinasi wisata di kawasan Bali Timur mengalami penurunan jumlah wisatawan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Arief Yahya menambahkan, kondisi wisata Bali saat ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah kena banyak Travel Advice (Travel Warning) dari banyak negara, pasca-gempa Lombok Sumbawa, gempa dan tsunami di Palu Donggala, liquefaksi di Sulteng, gempa susulan di banyak daerah di tanah air, kini Indonesia ditimpa polemik negatif yang viralnya menembus media di China.

"Saya sudah berhitung, dampak gempa ini pasti lebih berat dari erupsi Gunung Agung Bali, September 2017 lalu," kata Arief Yahya.

Jika Gunung Agung berdampak 1 juta kunjungan, dalam masa 6 bulan, dari September 2017 sampai April 2018, maka gempa kali ini lebih dalam lagi, diperkirakan juga sekitar 1 juta wisman. Ditambah polemik yang sudah meluas itu, akan semakin berat buat industri di Bali.

"Dari grafik angka kunjungan sangat jelas terlihat. Juli 2018 dan Agustus 2018 itu kita masih on track, masih on target. Juli tercapai 110%, Agustus 100,8%, rata-rata di atas 1,5 juta kunjungan per bulan. Tanggal 5 Agustus gempa di Rinjani, sampai harus mengevakuasi wisman Thailand dan Malaysia. Tanggal 19 Agustus 2018 gempa besar 7 SR, itulah yang menekan angka kunjungan di bulan September 2018" jelas Menpar Arief Yahya.

Angka kunjungan September 2018 langsung anjlok, hanya 1,35 juta, atau hanya tercapai 75% dari proyeksi. Sudah begitu, Bali dilanda isu yang tidak menyenangkan di pasar China yang sedang bertumbuh itu. Maka bulan Oktober 2018, turun lebih drastis lagi. Dari 193 ribu di bulan Oktober 2018, diperkirakan tinggal 50%nya saja di November 2018.

Karena sudah menyentuh di angka kunjungan wisman Tiongkok, Arief Yahya pun ikut bersedih. Itu mengingatkan saat terjadi erupsi Gunung Agung September 2017 lalu. Pemerintah China mengeluarkan Travel Warning, sehingga pada Oktober, November, Desember 2017 sedikit sekali wisman China yang mengunjungi Bali.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya