Panglima Militer Somalia Selamat dari Serangan Bom Mobil

Jenderal Jimale tengah bepergian dengan sejumlah pejabat militer senior saat ledakan terjadi di dekat kompleks kementerian pertahananan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Apr 2017, 07:48 WIB
Teror bom mobil yang terjadi di dekat kompleks kementerian pertahanan di Mogadishu (Al Jazeera/Abdirizak Mohamud Tuuryare)

Liputan6.com, Mogadishu - Panglima militer baru Somalia selamat dari serangan bom mobil yang diduga menewaskan sedikitnya 15 orang. Jenderal Mohamed Ahmed Jimale dilaporkan tengah bepergian dengan sejumlah pejabar militer senior saat ledakan mengguncang area di dekat kompleks kementerian pertahanan di Mogadishu.

"Ketika kami tiba di lokasi kejadian, kami menghitung terdapat 15 jasad. Korban tewas termasuk di antaranya sejumlah tentara," ujar Mire Aden, seorang kepala kepolisian setempat seperti dilansir Al Jazeera, Senin, (10/4/2017).

Aden menambahkan bahwa Jenderal Jimale selamat dalam ledakan tersebut.

Kelompok bersenjata al-Shabab yang telah cukup sering melakukan serangan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

"Apa yang terjadi di sini adalah tragedi yang menyakitkan. Darah dan daging dimana-mana," ujar Juru bicara Wali Kota Mogadishu Abdifitah Halanan kepada Associated Press.

Serangan terbaru ini terjadi beberapa hari setelah Presiden Somalia Mohamed Abdullahi mendeklarasikan negaranya dalam zona perang dan memerintahkan militer untuk bersiap menghadapi serangan baru dari kelompok al-Shabab.

Pernyataan tersebut disampaikan di tengah memburuknya situasi keamanan pasca-bom mobil yang menewaskan setidaknya 20 orang Rabu waktu setempat.

Mohamed menggunakan seragam militer saat mengumumkan situasi zona perang. Ia juga menawarkan agar anggota kelompok teroris itu menyerahkan.

"Kami beritahukan kepada anak muda yang dicuci otaknya oleh al-Shabab, mereka punya waktu 60 hari untuk meletakkan senjata yang mereka gunakan untuk membunuh rakyat dan datang kepada kami," terang Presiden Mohamed seperti dilansir Al Jazeera Jumat 7 April lalu.

Al-Shabab mengecam Presiden Mohamed yang dilantik pada Februari lalu 'murtad' dan meminta agar rakyat Somalia melakukan perlawanan.

Sementara itu, pada Kamis waktu setempat, Mohamed dikabarkan mengganti kepala kepolisian, intelijen, dan militer negara itu. Mohamed menilai, restrukturisasi keamanan dipandang sebagai upaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan di negaranya.

Sebelumnya, sekitar sepekan lalu, pemerintahan Donald Trump setuju untuk menjalankan wewenang yang lebih luas dalam melawan kelompok al-Shabab di Somalia, termasuk melakukan serangan udara yang lebih agresif di bagian Somalia selatan.

Kelompok teroris al-Shabab berhasil diusir dari ibu kota negara itu dan sejumlah kota utama lainnya di Somalia oleh pasukan nasional dan multinasional Uni Afrika. Namun mereka masih melanjutkan serangan berupa pengeboman mematikan.

Pasukan keamanan Somalia berada di bawah tekanan untuk meningkatkan kapasitas mereka mengingat kelak mereka akan memikul tanggung jawab untuk mengamankan Somalia pasca-penarikan 22.000 pasukan multinasional Uni Afrika dari negara itu.

Al-Shabab merupakan salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi pemerintah Mohamed. Meski disokong bantuan keamanan ratusan juta dolar, sejumlah persoalan masih menghantui negara itu.

Sebut saja soal pembajakan. Sempat vakum beberapa lama, kini pembajakan kapal kembali terjadi di lepas pantai negara itu yang merupakan salah satu rute pelayaran paling penting di dunia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya