Beludru Makin Langka, Perajin Songkok Gresik Gundah

Tingkat produksi perajin songkok menurun hingga 30 persen dari hari biasa. Hal ini karena bahan baku kain beludru sulit didapat.

oleh Dhimas Prasaja diperbarui 28 Jan 2016, 03:02 WIB
Tingkat produksi perajin songkok menurun hingga 30 persen dari hari biasa. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Liputan6.com, Surabaya - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ditambah lesunya pasar domestik dan mancanegara menggoyahkan kerja industri rumahan. Hal itu dialami para perajin songkok di sentra produksi songkok, Kelurahan Kroman, Gresik, Jawa Timur.

Tingginya nilai tukar menyebabkan bahan baku utama berupa kain beludru sulit didapat. "Ada kenaikan harga bahan baku utama pembuatan songkok yang diimpor," ucap Ahmad Isfaali, salah seorang perajin kawakan di Kota Gresik, Rabu (27/1/2016).

Dalam 2 bulan terakhir, kain beludru yang diimpor dari Korea Selatan menghilang di pasaran. Akibatnya, tingkat produksi perajin songkok menurun hingga 30 persen dari hari biasa.

"Sebelum sulitnya mendapatkan bahan baku kain beludru, kami bisa memproduksi songkok hingga 900 kodi per bulan. Setelah mengalami kesulitan bahan baku, kami rata-rata hanya mampu memproduksi 600 kodi sebulan," ungkap Isfaali.

Selain sulit mendapatkan kain beludru, langkah para perajin diperberat dengan naiknya harga jual kain beludru yang mencapai Rp 35 ribu per yard. Jika kesulitan bahan baku itu terus terjadi, para perajin songkok di Gresik terancam gulung tikar.

Isfaali berharap pemerintah bisa kembali menstabilkan nilai tukar rupiah dan memberikan perhatian khusus terhadap keberlangsungan usaha kecil dan menengah para perajin songkok ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya