Negara Rugi Rp 6 Triliun Gara-gara Mafia DVD Bajakan

Tak terbantahkan lagi, Indonesia merupakan surga bagi para membajak.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 19 Mei 2015, 18:16 WIB
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono menunjukkan keping DVD porno dan bajakan sebelum dimasukkan ke dalam mesin penghancur di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Tak terbantahkan lagi, Indonesia merupakan surga bagi para membajak. Tak hanya industri kreatif yang lumpuh, negara pun mengalami kerugian triliunan rupiah.

Untuk itu, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) segera menangkap mafia DVD/CD bajakan sesuai instruksi Presiden Jokowi.

“Hipmi mendesak agar Polri segera menangkap mafia DVD bajakan. Mereka berada dibalik industri illegal ini,” ujar Ketua Bidang Ekonomi Kreatif BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Yaser Palito dalam keterangan tertulis, Selasa (19/5/2015).

Yaser mengatakan, pembajakan DVD di Indonesia sangat sistematis dan terorganisir. Tak hanya itu, distribusi DVD bajakan ini tidak lagi malu-malu sebab sudah terjual jelas di mal-mal di kota-kota besar. Hipmi memperkirakan, akibat ulah mafia DVD bajakan ini, negara dirugikan sebesar Rp 6 triliun per tahun.

“Kita dapat angka ini dari hilangnya kesempatan negara memperoleh pemasukan dari perpajakan,” ujar Yaser.

Yaser mengatakan, pihaknya mendukung upaya Presiden Jokowi untuk memberantas mafia DVD bajakan. Sebelumnya, Jokowi menyatakan pemerintah akan mulai menindak tegas praktik pembajakan yang sudah merajalela di negeri ini.

Bahkan Jokowi memerintahkan agar aparat penegak hukum tidak hanya mengejar pedagang kecil di jalanan, tetapi juga menghukum mafia besar yang mengeruk keuntungan dari bisnis itu. Kasus pembajakan pun sama saja.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengklaim hampir setiap hari membaca hingga melihat pembajakan terjadi. Pembajakan itu tak hanya melalui keping CD, MP3, hingga DVD, tetapi orang bisa leluasa mengunduh melalui jaringan internet.

Yaser mengatakan, dampak dari kejahatan pembajakan ini industri kreatif sulit berkembang, meski potensinya sangat besar. Hal ini disebabkan hak kekayaan intelektual para pencipta dan innovator tidak ada yang dapat menjamin.

”Orang-orang jadi malas mencipta dan berinovasi, sebab distribusinya bajakan semua,” ujar Yaser.

Menurut data Hipmi, secara sektoral pertumbuhan industri kreatif nasional 2014 mencapai 10 persen dan industri ini diperkirakan dapat masuk dalam tiga besar kontributor untuk produk domestik bruto (PDB).

Sementara nilai ekspor produk industri kreatif sepanjang tahun 2013 mencapai US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 119,7 triliun. Angka tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 8 persen dibandingkan tahun 2012.

Meski demikian, kontribusi ekspor industri kreatif baru menyumbang 0,68 persen dari total ekspor nasional. Bandingkan dengan negara-negara Asean lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang rata-rata di atas 1 persen.

Sedangkan negara di dunia dengan ekspor industri kreatif paling besar adalah Amerika yang sudah mencapai 5,02 persen dari total ekspor mereka, kemudian Prancis sebesar 4,02 persen dan Inggris yakni 3,87 persen. (Ndw/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya