Meski Rupiah Ambruk, RI Tak Bakal Krisis

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan dari Januari 2015 hingga Maret 2015 rupiah telah melemah 5,7 persen.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 12 Mar 2015, 10:17 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad (kiri) dan Gubernur BI Agus Martowardojo (kedua kiri) tampak menghadiri rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/3/2015).(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menegaskan, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi saat ini hanya bersifat temporal. Kendati telah menembus level Rp 13.200 per dollar AS atau level yang sama saat terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, namun kondisi saat ini jauh berbeda dengan berbeda dengan krisis pada 17 tahun yang lalu.

"Jangan dibandingkan 1998 dengan sekarang, itu salah. Di 1998 Indonesia depresi dari Rp 2.400 per dolar AS ke level Rp 13.000 per dolar AS hingga Rp 14.000 per dolar AS. Itu kenaikannya sampai ratusan persen. Sekarang hanya 5 persen dan yang dialami Malaysia lebih tinggi, Euro lebih tinggi," kata dia seperti ditulis Kamis (12/3/2015).

Dia menerangkan, lemahnya rupiah dan mata uang lainnya terhadap dolar AS karena perekonomian negara tersebut telah mengalami perbaikan. Dengan perbaikan tersebut, Bank Sentral AS (The Fed) berencana untuk menaikkan suku bunga acuan di kisaran Juni nanti. "Kemungkinan The Fed akan ambil keputusan pada rapat pertengahan bulan ini. Jadi itu orang memperkirakan," lanjutnya.

Namun meskipun pelemahan rupiah karena faktor eksternal, pemerintah tidak akan tinggal diam. Para menteri di bidang ekonomi akan merumuskan paket kebijakan yang akan dirapatkan pada Jumat pekan ini. "Hari Jumat akan rakor untuk merumuskan policy respon dari pemerintah akan ada paket kebijakan di sektor ekonomi," ujarnya.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan dari 1 Januari 2015 hingga Maret 2015 rupiah telah melemah 5,7 persen. Namun angka tersebut masih lebih baik dibanding negara berkembang yang lain. Agus menyebut, mata uang Brazil telah melemah 16,7 persen pada periode yang sama. Sementara Turki melemah 13 persen.

"Jadi yang kami sampaikan di antara negara berkembang launnya, Indonesia paling disorot, memang ada depresiasi tapi tidak sebesar negara berkembang lainnya," tandasnya. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya