Gedung Perkantoran dan Mal Jadi Biang Kerok Banjir Jakarta

Banjir yang terjadi pada awal minggu ini berbeda dengan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Feb 2015, 18:14 WIB
Suasana banjir yang melanda kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (10/2/2015). Menurut Kadin DKI Jakarta, kerugian akibat banjir di Jakarta mencapai Rp 1,5 triliun tiap harinya.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Banjir yang terjadi di Jakarta pada awal minggu ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Banjir tahun ini  tidak disebabkan oleh meluapnya kali atau sungai yang melintasi ibukota.


""Dari segi kapasitas, sungai ini sebenarnya masih banyak sisanya. Tetapi waktu Senin  di Jakarta ada 49 titik genangan," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mudjiadi di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Namun banjir yang terjadi ini lebih disebabkan oleh sudah tidak mampunya sistem drainase yang akan di ibukota untuk menampung air hujan yang tidak lagi bisa diserap ke dalam tanah akibat pesatnya pembangunan.

"Kalau hujan lokal, yang dulu dulunya resapan air sekarang jadi kantor dan mall yang dibangun lebih tinggi dari jalan. Jadi kalau dulu air itu masuk ke tanah, sekarang karena semua dibangun dan dibeton, air itu jadi ke jalan. Dari situ kelihatan bahwa fenomena ini berbeda dengan tahun-tahun dulu," jelas dia.

Menurut Mudjiadi, untuk menangani permasalahan banjir di ibukota, maka harus dilakukan pembenahan pada tiga daerah yaitu daerah hulu yaitu di sekitar Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kemudian daerah tanah, mulai dari Bendungan Katulampa, Depok dan Jakarta. Serta daerah muara atau hilir yaitu di Pantai Utara Jakarta.

"Jadi kalau di hulu, bagaimana hujan yang turun ditahan selama mungkin. Kita lakukan reboisasi dan konservasi. Juga bangun Waduk Ciawi dan Sukamahi," katanya.

Untuk pembenahan di daerah tanah, yaitu dengan cara manfaatkan kapasitas sungai yang ada. "Ciliwung itu kapasitasnya 200 meter-300 meter kubik per detik, kita buat jadi 550 meter kubik per detik," ungkapnya.

Sedangkan banjir rob yang terjadi di hilir, lebih disebabkan oleh daerah pesisir yang mengalami penurunan tanah sekitar 7 cm-10 cm per tahun.

"Makanya dulu kita ingin dibangun Giant Sea Wall, karena tanah di Jakarta sudah ada yang dibawah elevasi air laut. Jadi Giant Sea Wall itu adalah keniscayaan, harus dilakukan. Misalnya untuk elevasi-elevasi, kalau tanggung jebol bisa bahaya sekali," tandasnya. (Dny/Ndw)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya