Liputan6.com, Jakarta - Dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf menjelaskan kriteria dan kategori transaksi mencurigakan. Yusuf menjelaskan, yang menjadi perhatian KPK bukan besarnya tapi tingkat kewajarannya.
"Bicara transaksi keuangan mencurigakan, kami tidak bicara besarnya, tapi kami bicara profil dia. Masuk akal atau tidak dengan gaji Rp 5 juta, tapi transaksi Rp 100 juta - Rp 200 juta (misalnya)," kata Yusuf di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1/2015).
Yusuf menjelaskan pula soal transaksi mencurigakan yang menyangkut calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. Dia pun seakan mengklarifikasi soal perbedaan antara transaksi mencurigakan dan rekening gendut.
"Kami menyebutnya transaksi keuangan mencurigakan, cuma media menyebutnya sebagai rekening gendut," kata Yusuf.
Hanya saja, Yusuf tidak menjelaskan secara rinci terkait alur transaksi yang menyangkut Budi Gunawan. Hal itu berkaitan dengan sumpah jabatan yang dia emban.
"Kalau detail, saya tidak akan sampaikan isinya karena saya akan melanggar," ucap Yunus.
Dalam kesempatan itu, anggota Komisi III DPR RI juga menanyakan dasar laporan yang diberikan PPATK kepada KPK dan Polri. Sebab, ada perbedaan antara Bareskrim Polri dan KPK melihat laporan keuangan Budi Gunawan.
"Mengenai Pak Budi Gunawan, memang kondisinya nggak sama. Yang kami kirim tahun 2010 (ke Polri) adalah ada transaksi yang besar. Jadi hanya bicara isu transaksinya," tukas Yunus.
Yusuf menyatakan laporan yang diserahkan ke Bareskrim dengan yang diserahkan ke KPK berbeda. Untuk penyerahan laporan ke kepolisian, PPATK bersandar pada UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 Pasal 26 huruf g.
Di sana diatur, dalam melaksanakan fungsinya, PPATK mempunyai tugas melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan.
"Juni 2014, KPK minta dengan dasar ada laporan masyarakat. Untuk yang dari kepolisian, Pasal 26 huruf g UU No 25 Tahun 2003, sementara yang kedua (KPK) dasarnya adalah pendekatan mereka, bukan inisiatif kami, inisiatif KPK dalam menyidik kasus itu meminta informasi," pungkas Yunus. (Ans)
PPATK: Laporan Soal BG yang Diserahkan ke Polri dan KPK Berbeda
KPK, misalnya, yang menjadi perhatian bukan besarnya tapi tingkat kewajarannya.
diperbarui 27 Jan 2015, 23:15 WIBKPK, misalnya, yang menjadi perhatian bukan besarnya tapi tingkat kewajarannya.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Jodoh Tak Kemana, Kisah Kakek 86 Tahun Nikahi Cinta Pertama Masa Kuliah
Sejumlah Wilayah di India Catat Suhu Terpanas Sejak Tahun 1901
MK Tegur Kuasa Hukum Pemohon Telat Hadiri Sidang: Kalau Terlambat Terus, Nanti Disetrap
IHSG Berbalik Arah Memerah, Sektor Saham Keuangan Masih Lesu
7 Gaya Pemotretan Terbaru Amanda Manopo Disebut Bikin Pangling, Hidungnya Jadi Sorotan
Ria Ricis dan Teuku Ryan Resmi Cerai, Hak Asuh Anak Jatuh ke Tangan Penggugat
Rupiah Menguat Hari Ini, Bisakah Tinggalkan Level 16.000 per Dolar AS?
VIDEO: Merasa Terancam, Wartawan Kabur dari Tiongkok
Tampil Menawan, Ini 7 Potret Bella Saphira Dampingi Suami di Acara HUT Kopassus
Liga Konferensi Eropa, Aston Villa Dibantai Olympiakos di Kandang Sendiri
Golkar Usung Menantu Pakde Karwo Bayu Airlangga di Pilkada Surabaya 2024, Siap Buat Poros Baru
8 Drakor dengan Rating Terendah Sepanjang Masa, Tertarik Nonton?