Hanura Tolak Kursi Pimpinan AKD Melalui Revisi UU MD3

Ketua Fraksi Hanura Dossy Iskandar menilai kesepatakan antara KIH dan KMP di DPR tak sesuai ketentuan yang ada dan tidak taat asas.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 11 Nov 2014, 13:04 WIB
Ketua DPR RI Setya Novanto (dua kiri) menyaksikan Perwakilan KIH Fraksi PDIP Pramono Anung (kiri) bersalaman dengan Ketua Harian Koalisi Merah Putih Idrus Marham (kanan), Jakarta, Senin (10/11/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Penyelesaian konflik kepemimpinan antara kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di parlemen sudah mencapai kesepakatan. KIH setidaknya akan memperoleh 25% kursi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

Hal itu dapat direalisasikan setelah dilakukan revisi UU MD3 dan Tata Tertib untuk penambahan jumlah wakil ketua komisi. Namun, Ketua Fraksi Hanura Dossy Iskandar menilai kesepatakan tersebut tak sesuai ketentuan yang ada.

"Tambahannya tidak berkompromi dengan cara-cara yang tak memberikan pendidkan politik dan hukum yang baik kalau harus mengubah-ubah peraturan. UU dibuat serelatif itu nggak baik. Taat asas lah," ucap dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/11/2014).

Yang harusnya dilakukan menurut Dossy adalah mengimplementasikan musyawarah mufakat dengan menggunakan prinsip adil dan proporsional. Apabila merevisi UU MD3, maka menurutnya telah terjadi praktik transaksional di lembaga DPR yang terhormat

Yang paling penting menurut Dossy adalah parlemen jangan sampai bisa diotak-atik dengan mudahnya. Dossy mengatakan bukan masalah KIH bisa memperoleh kedudukan, melainkan bagaimana tidak ada tirani di DPR karena sistem bernegara mengedepankan musyawarah.

"Jadi kita menolak. Ini bukan diberi dan memberi, ini salah arah," tegas Dossy. (Mut)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya