Gas Air Mata Belum Sanggup Usir Pendemo dari Pusat Kota Hong Kong

Demonstran yang dilengkapi kacamata dan masker wajah untuk menangkal gas air mata hingga Senin dini hari tetap membanjiri jalan-jalan.

oleh Rinaldo diperbarui 29 Sep 2014, 03:38 WIB
Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata ke arah puluhan ribu demonstran. (Reuters)

Liputan6.com, Hong Kong - Aksi massa yang didominasi pelajar dan mahasiswa Hong Kong terus berlanjut. Polisi Hong Kong kembali menembakkan gas air mata dan menggunakan pentungan untuk mengusir massa saat puluhan ribu demonstran memenuhi pusat kota dan membuat macet kawasan tersebut.

Sementara para demonstran yang dilengkapi dengan kacamata dan masker wajah untuk menangkal gas air mata dan semprotan merica, hingga Senin dini hari tetap membanjiri jalan-jalan di sekitar kompleks pemerintah di Admiralty, wilayah komersial yang ramai di pusat Kota Hong Kong.

Dikutip dari The Guardian, Senin (29/9/2014), dalam orasinya mereka meneriakkan polisi untuk pergi dan mendesak Kepala Eksekutif Kota Hong Kong Leung Chun-ying untuk mengundurkan diri.

Pada Minggu malam sebenarnya sebagian demonstran sudah mulai membubarkan diri, meskipun ribuan lainnya memutuskan bertahan, setelah Federasi Mahasiswa Hong Kong meminta pengunjuk rasa untuk mundur dengan alasan khawatir polisi akan meningkatkan penggunaan kekuatannya untuk mengusir demonstran.

"Tetap aman. Ini adalah pertempuran panjang," tulis federasi ini di akun Twitter-nya.

Setidaknya 26 orang dikabarkan terluka dalam bentrokan, menurut Otoritas Rumah Sakit di kota itu dan hampir 80 orang telah ditangkap sejak unjuk rasa dimulai pada Jumat lalu.

Benny Tai, salah satu pemimpin Occupy Central, organisasi yang menggerakkan unjuk rasa, mengatakan gerakan itu akan berlanjut sampai Leung mengundurkan diri dan Beijing mengubah posisinya untuk mereformasi kebijakan politik.

Bekas koloni Inggris itu selama ini memang menikmati otonomi di bawah kerangka "1 negara, 2 sistem". Tapi banyak yang percaya Beijing bertekad untuk mengikis kebebasan warganya, seperti menghapus pengadilan yang independen dan kebebasan pers.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya