Saat Pembuluh Aorta Menyempit, Kematian Mengintai Anda

Penyempitan pembuluh darah aorta, membahayakan bila tidak segera ditangani

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 20 Agu 2014, 18:30 WIB
Namun ternyata, masih ada 12 istilah kesehatan terkait dengan penyakit jantung.

Liputan6.com, Jakarta Belum diketahui dengan pasti apa penyebab menyempitnya pembuluh darah aorta (aortic stenosis), pembuluh nadi terbesar dalam tubuh yang keluar dari ventrikel jantung dan membawa banyak oksigen.

Dokter pun baru bisa menyebutkan faktor risiko yang bisa jadi menyebabkan munculnya kondisi ini antara lain diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok.

Padahal penyakit ini bisa membawa kematian. Sejak muncul gejala hingga setahun setelahnya, 25 persen risiko kematian bakal mengintai. Dan risiko ini meningkat menjadi 50 persen pada tahun kedua. Tak heran bila Dokter Jantung Spesialis Jantung Intervensi dari Mount Elizabeth, Singapura Dr Paul TL Chiam menjelaskan, jika penyempitan aorta tidak ditangani segera, 50 persen pasien akan meninggal dalam waktu 1 sampai 2 tahun.

"Gejala stenosis aorta biasanya muncul bertahap, meskipun keberadaan stenosis sudah berlangsung selama 10 sampai 20 tahun, tetapi tanpa gejala," kata Dr Paul saat melakukan bincang santai dengan sejumlah wartawan di Remboelan Restoran, Plaza Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2014).

Chiam menjelaskan, aorta merupakan pembuluh darah di jantung yang memiliki peran sangat penting. Fungsinya, mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh.

"Penyempitan atau pengapuran katup dapat berdampak fatal. Pengapuran bisa terjadi pada katup ini, sehingga menyebabkan katup menjadi kaku. Penyempitan di aorta, menyebabkan aliran darah terhambat," kata Paul.

Prevalensi kasus penyempitan aorta, diperkirakan 4 persen dari seluruh populasi di dunia.

Menurut Paul, nyeri dada atau angina pectoris, merupakan gejala klasik penyempitan aorta. Biasanya, baru akan berhenti jika pasien diistirahatkan.

"Gejala lainnya seperti gagal jantung dan sinkop. Hipertensi sistolik bisa muncul bersamaan dengan stenosis aorta. Dan biasanya, tekanan sistolik lebih dari 200 mmHg, jarang terjadi pada stenosis aorta kritis," kata Paul menambahkan.

Untuk memastikannya, diagnosa pun ditegakan dengan memeriksa kadar elektrolit serum, biomarker jantung, dan hitung darah lengkap. Tidak hanya itu, EKG, foto toraks, kateterisasi jantung pun perlu dilakukan jika temuan klinis tidak konsisten dengan hasil EKG, angiografi atau treadmill.

"Tetapi treadmill tidak dianjurkan pada pasien dengan stenosis aorta berat. Jika gejalanya sudah mengarah pada stenosis aorta, maka tes yang perlu dilakukan adalah EKG, treadmill, dan CT-Scan," kata Paul.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya