Sukses

Pengembang Baterai Lithium Ion Raih Penghargaan Nobel di Bidang Kimia

John B. Goodenough, M. Stanley Whittingham, dan Akira Yoshino meraih penghargaan Nobel di bidang kimia berkat kontribusinya dalam mengembangkan baterai lithium ion.

Liputan6.com, Jakarta - The Royal Swedish Academy of Sciences telah memutuskan bahwa John B. Goodenough (The University of Texas at Austin, AS), M. Stanley Whittingham (Binghamton University, State University of New York, AS), dan Akira Yoshino (Asahi Kasei Corporation, Tokyo, Meijo University, Nagoya, Jepang) meraih penghargaan Nobel di bidang kimia berkat kontribusi mereka dalam mengembangkan baterai lithium ion. Demikian dikutip dari rilis resminya, Kamis (10/10/2019).

Jenis baterai ini lazim kita temukan mulai dari ponsel, laptop hingga kendaraan listrik. Kelebihan baterai ini antara lain ringan, dapat diisi ulang dan, bertenaga.

Selain itu, baterai lithium ion juga dapat menyimpan sejumlah besar energi dari tenaga surya dan angin, sehingga membuka peluang untuk mewujudkan masyarakat yang tidak bergantung pada bahan bakar fosil.

Gagasan baterai lithium ion bermula ketika krisis minyak pada tahun 1970-an. Saat itu Stanley Whittingham tengah mengembangkan metode yang dapat mengarah pada teknologi energi bebas bahan bakar fosil.

Dia meneliti superkonduktor dan menemukan bahan kaya energi. Bahan itu lalu dia gunakan untuk membuat komponen katoda untuk baterai lithium, yang dibuat dari titanium disulfida.

Sementara komponen anoda sebagiannya dibuat dari lithium. Sifat dari logam ini adalah mampu melepaskan elektron dengan kuat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

John Goodenough dan Akira Yoshino

Selanjutnya, apa yang telah dimulai oleh Stanley dilanjutkan oleh John Goodenough. Dia telah memprediksi bahwa katoda akan memiliki potensi lebih besar jika dibuat menggunakan oksida logam ketimbang titanium disulfida.

Akhirnya pada tahun 1980 John Goodenough pun menemukan material lain yang lebih cocok, yakni oksida kobalt dengan lithium ion, yang akan memproduksi daya listrik lebih besar.

Kemudian, melanjutkan pekerjaan John Goodenough, Akira Yoshino menciptakan baterai lithium ion secara komersial pada tahun 1985.

Namun, alih-alih memakai lithium reaktif untuk anoda, dia menggunakan kokas minyak bumi. Hasilnya adalah baterai lithium ion yang sering kita temukan pada perangkat elektronik saat ini.

Secara kimiawi, kelebihan baterai lithium ion adalah tidak didasarkan pada reaksi kimia yang memecah elektroda, melainkan pada lithium ion yang mengalir bolak-balik antara anoda dan katoda.

(Why/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.