Sukses

Pedagang Kartu Perdana Mengeluh Rugi, BRTI Minta KNCI Bicara dengan Operator

Aturan BRTI mengenai registrasi kartu SIM yang sudah berjalan pun, masih diwarnai sejumlah masalah seperti masih adanya SMS spam.

Liputan6.com, Jakarta - Dampak kerugian diterapkannya kebijakan registrasi kartu SIM prabayar oleh pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tahun lalu, ternyata masih dirasakan oleh penjual kartu perdana.

Baru-baru ini, beredar surat dari pedagang kartu perdana yang tergabung dalam asosiasi Kesatuan Niaga Celuller Indonesia (KNCI), yang mengeluhkan bisnis mereka yang rugi akibat penerapan kebijakan registrasi kartu prabayar.

Wakil Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Semuel Abrijani Pengerapan saat dimintai komentar tentang kerugian yang dirasakan oleh penjual kartu SIM prabayar mengatakan, masalah tersebut seharusnya dibicarakan dengan operator seluler.

Pasalnya, BRTI tidak mengatur hubungan bisnis antara operator seluler dengan mitra penjual kartu SIM-nya.

"Masalahnya mungkin dengan operator, selesaikan ke operatornya. Jadi itu harus dibedakan kebijakan atau peraturan pemerintah dengan hubungan dagang antara penjual dan produsen. Tanyakan di sana, saya tidak tahu perjanjiannya (antara operator dan penjual) gimana," kata pria yang karib disapa Semmy ini, saat ditemui di PSPT Tebet Jakarta, Selasa (26/2/2018).

Semmy mengatakan, BRTI tidak memiliki masalah langsung dengan para pedagang karena pihaknya hanya mengatur operator.

"Kami enggak ada urusannya dengan pedagang, yang kami atur operator kenapa kita atur operator? Karena mereka dapat izin dari kami. Bahwa pedagang itu memiliki kerjasama bisnis (dengan operator) saya tidak tahu karena itu B2B. Kami tugasnya membuat satu aturan, bagaimana aturan ini bisa melindungi seluruh bangsa Indonesia," kata Semmy.

Semmy menambahkan, aturan BRTI mengenai registrasi kartu SIM yang sudah berjalan pun, masih diwarnai sejumlah masalah seperti masih adanya SMS spam.

Hal ini terus dievaluasi dan dibenahi. Apalagi, jika kebijakan registrasi kartu SIM prabayar tak diterapkan, pasti lebih banyak kejahatan yang dilakukan sejumlah pihak.

Terkait kerugian yang diderita oleh KNCI, Semmy menyebut hal tersebut tidak bisa mempengaruhi program registrasi yang sudah berjalan.

"Sekarang mau gimana apakah kita mau, masyarakatpunya telepon tidak terdaftar dan bisa melakukan kejahatan terorisme? Misalnya seperti kasus di Cirebon, registrasi menggunakan KTP-nya orang?" tanya Semmy.

Ia pun mengerti bahwa tiap kebijakan yang diambil pemerintah pasti membawa dua kemungkinan, yakni ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan.

Namun, kebijakan pemerintah bertujuan untuk melindungi seluruh masyarakat Indonesia. Menggunakan telepon yang tidak terdaftar, menurut Semmy tidak bisa dibenarkan karena nantinya masyarakat sendiri yang bakal dirugikan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kirim Surat ke BRTI

Sebelumnya, kelompok pedagang kartu SIM yang tergabung dalam KNCI menuliskan surat terbuka kepada BRTI yang menyebut sistem registrasi kartu prabayar yang ada di outlet yang sebelumnya disepakati per 4 Mei 2018 oleh banyak pihak dihapuskan.

Disebutkan oleh KNCI dalam suratnya, sistem registrasi ini disepakati antara lain oleh Kemsesneg, Kemkominfo, BRTI, Kempolhukam, Kemdagri, KNCI, ATSI, dan seluruh operator telekomunikasi.

Namun pada 21-23 Februari 2019, telah terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet di seluruh Indonesia.

Padahal, kata Ketum KCNI Azmi Tubas, kartu perdana tersebut dalam kondisi sesuai masa aktif namun terblokir karena tidak bisa diregistrasikan menggunakan NIK dan KK.

"Perkiraan kami, lebih dari satu juta kartu perdana yang telah hangus di seluruh Indonesia. Ditambah kerugian yang diderita outlet selalu UMKM seluler akibat kartu perdana yang mati/hangus karena tidak terjual sepanjang November 2017 sampai dengan Juni 2018 teramat besar," kata dia.

Menurut Azmi, kerugian yang disebabkan karena hangusnya kartu perdana ini mencapai Rp 500 miliar.

Padahal, KNCI mengklaim, mereka juga merupakan UMKM yang memiliki jasa terhadap kemajuan industri seluler dan berkembangnya internet di Tanah Air.

(Tin/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.