Sukses

Ilmuwan Ungkap Ada 2.000 Bakteri yang Hidup di Usus Manusia

Ilmuwan memanfaatkan metode studi material genetik dari sampel usus manusia, yang dikenal dengan sebutan metagenomics.

Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan mengungkap usus manusia ternyata menyimpan banyak bakteri. Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 2.000 bakteri yang hidup di usus.

Dilansir Geek, Jumat (15/2/2019), ilmuwan dari Wellcome Sanger Institute dan European Molecular Biology Laboratory - European Bioinformatics Institute (EMBL-EBI), mengidentifikasi ribuan mikroba tak dikenal di dalam usus.

Ilmuwan memanfaatkan metode studi material genetik dari sampel usus manusia, yang dikenal dengan sebutan metagenomics.

Metode melakukan uji rekonstruksi kumpulan bakteri dan menyatukannya dalam bentuk gambar agar dapat diidentifikasi.

"Saat mengumpulkan (bakteri), kami belum tahu gambar finalnya sepeti apa," ujar pimpinan ilmuwan EMBL-EBI Rob Finn.

Untuk proses lebih lanjut, ilmuwan juga memanfaatkan tool khusus mendeteksi komposisi bakteri usus dari seluruh dunia.

Namun, ilmuwan harus membutuhkan waktu lebih lama agar bisa mengidentifikasi jenis bakteri yang ada di dalam usus manusia.

"Kami harus bisa mendapatkan gambar final yang komprehensif dari komposisi bakteri usus manusia," tambah Finn.

"Riset ini membantu kami untuk bisa melihat blueprint usus manusia. Ke depannya, semoga bisa membantu kami memahami lebih dalam terkait kondisi kesehatan usus manusia agar kami bisa memutuskan diagnosis gejala gastrointestinal," tutupnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Setiap Tahun, Bakteri Berbahaya Renggut 33.000 Nyawa di Eropa

Menurut studi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), diperkirakan sekitar 33.000 orang di Eropa meninggal setiap tahun setelah terinfeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotika. Italia dan Yunani adalah dua negara dengan korban terbanyak.

Analisis yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Infectious Diseases memperingatkan bahwa beban patogen ini serupa dengan bakteri yang menyebabkan HIV, flu, dan tuberkulosis (TBC).

"Infeksi karena bakteri  resisten antibiotik mengancam kesehatan modern," tulis para peneliti seperti dikutip DW pada Kamis (29/11/2018).

Mereka melacak peningkatan signifikan angka kematian dari 2007 yang mencapai 25.000 kematian.

Bayi dan orang tua paling berisiko, dengan tiga perempat pasien terinfeksi di rumah sakit dan klinik kesehatan. Para peneliti juga mencatat perbedaan yang besar di antara negara-negara di Eropa.

3 dari 3 halaman

Perbedaan di Uni Eropa

Studi ECDC menggunakan data dari 2015, melihat lima jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten antibiotik di Uni Eropa dan Kawasan Ekonomi Eropa.

Yunani dan Italia adalah yang paling parah, sementara tingkat infeksi lebih rendah di negara-negara Eropa utara.

Di Jerman, misalnya, hanya ada kurang dari 55.000 infeksi patogen yang resisten terhadap obat dan menyebabkan sekitar 2.400 kematian.

Pakar kesehatan telah lama memperingatkan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh "superbug", bakteri yang mampu bertahan dari antibiotik paling kuat.

Ini pun sebenarnya upaya terakhir dalam kasus di mana tidak ada pilihan pengobatan lain yang tersisa.

"Ketika ini (antibiotika) tidak lagi efektif, sangat sulit dan tidak mungkin untuk mengobati infeksi," kata ECDC dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters.

Penulis penelitian menekankan bahwa mengatasi tantangan kesehatan yang sangat besar ini akan membutuhkan koordinasi di tingkat Uni Eropa dan global, serta strategi pencegahan dan kontrol yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.