Sukses

2 Negara di Asia Tenggara yang Belum Harmonisasi Spektrum 700 MHz

Beberapa negara di kawasan Asia Pasifik telah melakukan harmonisasi 700 MHz sebagai teknologi mobile di masa depan.

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika telah menggunakan frekuensi 700 MHz demi memperluas layanan mobile broadband. Tak demikian halnya dengan Filipina dan Thailand. 

Mereka menjadi negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang belum menggunakan alokasi frekuensi 700 MHz. 

Tentu hal ini mengundang banyak pertanyaan, mengingat harmonisasi spektrum 700 MHz telah dibuka secara global demi mengurangi biaya pembangunan jaringan broadband. Artinya, frekunesi 700 MHz dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di Filipina. 

Menurut data Global System for Mobile Communications Association (GSMA), seperti yang dikutip Cellular-News, Kamis (4/2/2016), Filipina dan Thailand tampaknya mengalami sejumlah kendala besar dalam memanfaatkan spektrum di 700 MHz untuk keperluan mobile broadband.

National Telecommunications Commission (NTC) di Filipina belum juga mengumumkan rencana untuk membebaskan 700 MHz ke operator mobile. Padahal, dua operatornya, Philippine Long Distance Telephone Co (PLDT) dan Globe Telecom telah mengajukan ke NTC agar pembagian spektrum merata.

Globe General Legal Counsel Atty Froilan Castelo, mengatakan bahwa penggunaan 700 MHz akan memberikan banyak manfaat terhadap aspek sosial dan ekonomi, terutama tarif layanan.

"Layanan broadband dan data bisa diakses dengan kecepatan lebih baik, namun lebih efisien," ujar Castello.

Di sisi lain, kondisi di atas bertolak belakang dengan negara-negara lain di Asia Pasifik yang sudah melakukan harmonisasi 700 MHz. Perlu diketahui, frekuensi 700 MHz dianggap menjadi frekuensi paling efisien untuk layanan mobile.

Afghanistan dan Bangladesh misalnya, telah melakukan harmonisasi 700 MHz. Sementara, negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, dan negara maju lainnya telah menggelar jaringan di frekuensi 700 MHz untuk layanan mobile.

Hal ini yang memicu negara-negara lain untuk melakukan harmonisasi di 700 MHz dan mengadopsinya untuk keperluan mobile secepat mungkin agar dapat memberikan dampak positif terhadap aspek sosial dan ekonomi, termasuk pertumbuhan GDP, pekerjaan, wirausaha, dan pendapatan pajak. 

GSMA mengestimasi bahwa harmonisasi 700 MHz ke digital di Asia Pasifik akan setara US$ 1 triliun pada 2020. Sebagai contoh, menunda harmonisasi dapat menghilangkan peluang kerja dan pendapatan pajak ke pemerintah. Selain itu, digital dividen 700 MHz adalah kunci untuk ekspansi ke layanan mobile broadband ke wilayah terluar dan rural di Filipina. 

Dengan demikian, operator mobile di sana dapat mengurangi investasi dan biaya jaringan. Mereka dapat menggelar jaringan dengan biaya lebih murah sehingga tarif ke pelanggan lebih terjangkau. 

International Telecommunication Union (ITU) meyakini bahwa pemanfaatan pita frekuensi 694-790 MHz untuk mobile broadband dapat menjembatani kesenjangan digital di dunia. Ini juga akan memberikan keuntungan bagi handset, rantai pasokan, roaming, cakupan rural, dan aspek lainnya pada ekosistem komunikasi mobile.

Frekuensi ini juga akan memberikan keuntungan bagi para manufaktur dan operator mobile untuk menawarkan tarif layanan mobile dengan tarif terjangkau di daerah-daerah terpencil.

Di Indonesia, frekuensi 700 MHz masih digunakan oleh para penyelenggara siaran TV terestrial free-to-air (FTA). Namun, mereka sedang menyiapkan migrasi dari layanan analog ke digital. Migrasi ini diperkirakan rampung pada 2018. 

(Cas/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini