Sukses

Trivia Saham: Mengenal Apa Itu Floating Loss dan Gain

Kali ini trivia saham membahas singkat mengenai floating gain dan loss. Yuk, simak ulasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivitas investasi secara garis besar berujung pada untung dan rugi. Namun, sebelum buru-buru menyimpulkan rugi atau untung, bisa jadi investor tengah berada dalam posisi floating. Kondisi ini terjadi sebelum investor memutuskan untuk menjual sahamnya.

Dalam hal ini, terdapat istilah floating loss dan floating gain. Melansir berbagai sumber, ditulis Minggu (24/7/2022), floating loss dapat diartikan sebagai kondisi di mana kerugian dari penurunan harga saham yang belum direalisasikan.

Sebagai gambaran, seseorang membeli saham ABCD seharga Rp 2.000 per lembar. Namun, selama saham tersebut disimpan, harganya telah turun menjadi Rp 1.500 per lembar, sementara belum diputuskan untuk menjualnya.

Kondisi tersebut disebut sebagai floating loss. Di mana investor sudah rugi tetapi belum rugi secara materiil karena tak menjual sahamnya. Alasan seseorang tidak menjual saham ketika harga turun, kemungkinan ia memiliki keyakinan dan analisa bahwa saham akan kembali naik suatu saat nanti.

Lalu, apa itu floating gain?

Prinsipnya sama dengan floating loss. Bedanya, kondisi ini terjadi pada tren harga saham yang naik, tapi investor belum melakukan aksi jual. Sehingga secara materiil belum mengantongi profit karena belum ada transaksi. Misalnya, seseorang membeli saham ABCD seharga Rp 2.000 per lembar.

Selama ia menyimpan saham ABCD, telah terjadi kenaikan harga menjadi Rp 2.500 per saham. Artinya orang tersbeut mengantongi untung Rp 500 per lembar, tetapi ia memutuskan untuk tidak menjual saham ABCD.

Alasannya bisa beragam. Mungkin orang tersebut memiliki keyakinan dan perhitungan harga saham akan bergerak lebih tinggi. Sehingga secara akumulatif dapat memberikan imbal hasil yang besar di kemudian hari.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Trivia Saham: Kenali Saham Defensif, Keuntungan dan Kekurangannya

Sebelumnya, pasar modal Indonesia terus bertumbuh yang ditunjukkan dari tambahan jumlah investor. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat jumlah investor pasar modal menembus 9 juta SID.

Berdasarkan data KSEI, jumlah investor pasar modal menyentuh posisi 9,11 juta hingga Juni 2022. Investor pasar modal alami kenaikan 21,68 persen dari periode 2021 sebesar 7,48 juta.

Selain pertumbuhan investor, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga turut mengembangkan klasifikasi baru atas sektor saham dan industri perusahaan tercatat antara lain sektor energi, barang baku, perindustrian, barang konsumen primer, dan barang konsumen nonprimer. Selain itu, sektor saham kesehatan, keuangan, properti dan real estate, teknologi, infrastruktur, transportasi dan logistik.

Di antara sektor saham ini terdapat saham-saham yang mungkin menjadi portofolio investor. Bagi Anda yang telah menjadi investor mungkin sudah tidak asing lagi mendengar istilah-istilah pasar modal, salah satunya saham defensif.

Bagi Anda yang jadi investor pemula mungkin saham defensif masih terasa asing. Kali ini trivia saham membahas singkat mengenai saham defensif.

Mengutip laman Investopedia, Minggu (17/7/2022),saham defensif merupakan saham yang memberikan dividen yang konsisten dan laba stabil terlepas dari kondisi pasar saham secara keseluruhan. Ada permintaan konstan untuk produk sehingga saham defensif cenderung lebih stabil selama berbagai fase siklus bisnis.

Investopedia menyebutkan, investor yang ingin melindungi portofolionya selama ekonomi melemah dan periode volatilitas tinggi dapat meningkatkan eksposur terhadap saham defensif.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Sektor Saham yang Masuk Defensif

Untuk bursa saham global, saham-saham yang masuk saham defensif antara lain Procter and Gamble (P&G), Johnson and Johnson, Philip Morris International dan Coca-Cola.

Selain arus kas yang kuat, perusahaan-perusahaan ini memiliki operasi yang stabil dengan kemampuan untuk hadapi kondisi ekonomi yang melemah. Mereka juga membayar dividen, yang dapat memiliki efek bantalan harga saham selama koreksi pasar,” tulis Investopedia.

Pada saat masa sulit dan kondisi mulai goyah, mengapa ada seseorang ingin memiliki saham? Jawabannya cukup sederhana ketika ketakutan dan keserakahan sering kali dapat gerakkan pasar. Saham defensif pun mengakomodasi dengan tawarkan hasil dividen lebih tinggi dari suku bunga. Saham defensif juga dinilai kurangi ketakutan karena tidak berisiko seperti saham biasa.

“Investor juga perlu menyadari sebagian besar manajer investasi tidak punya pilihan lain selain memiliki saham. Jika mereka berpikir waktu akan lebih sulit dari biasanya, mereka akan bermigrasi ke saham defensif,” tulis Investopedia

Saham defensif juga dinilai cenderung berkinerja lebih baik ketimbang pasar yang lebih luas selama resesi. Namun, selama fase ekspansi, saham defensif cenderung tampil di bawah pasar itu disebabkan beta rendah dan risiko terkait pasar.

Sementara itu, mengutip instagram resmi @ajaib_investasi, yang masuk sektor saham defensif antara lain perbankan, kesehatan, bahan pokok, infrastruktur dalam hal ini telekomunikasi.

4 dari 4 halaman

Keuntungan dan Kekurangan Saham Defensif

Keuntungan saham defensif

Investopedia menyebutkan saham defensif menawarkan manfaat utama dari keuntungan jangka panjang yang serupa dengan risiko lebih rendah dari pada saham lainnya.

Saham defensif secara kelompok memiliki rasio lebih tinggi dari pada pasar saham secara keseluruhan. Warren Buffett menjadi salah satu investor terbesar yang fokus pada saham defensif. Tidak perlu mengambil risiko berlebihan untuk mengalahkan pasar.

Kekurangan saham defensif

Pada sisi negatifnya, volatilitas yang rendah dari saham defensif sering menyebabkan keuntungan lebih kecil selama pasar bullish atau menguat.

Sayangnya banyak investor meninggalkan saham defensif karena frustasi dengan kinerja buruk pada akhir pasar bullish, ketika mereka benar-benar membutuhkannya. Setelah koreksi di pasar, investor terkadang terburu-buru ke saham defensif, meski sudah terlambat. Upaya ini dapat secara signifikan menurunkan tingkat pengembalian bagi investor.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.