Sukses

Bahana TCW Sebut Potensi Gagal Bayar Evergrande Berdampak Minim

Potensi ketidakmampuan Evergrande Group atau Evergrande Real Estate Group dalam membayar kewajibannya yang jatuh tempo menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar global.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) menyatakan, potensi gagal bayar Evergrande hanya akan berdampak minim terhadap ekonomi Indonesia dan tidak akan sistemik seperti krisis 2008.

Potensi ketidakmampuan Evergrande Group atau Evergrande Real Estate Group dalam membayar kewajibannya yang jatuh tempo menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar global, tak terkecuali di Indonesia.

Para pelaku pasar dalam negeri merespons beragam berkaitan isu gagal bayar perusahaan pengembang properti terbesar kedua di China.

Selain itu juga meminta semua pihak untuk mengantisipasi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada eratnya hubungan perekonomian China-Indonesia dan posisi China sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia sehingga dikhawatirkan potensi goncangan pada perekonomian China akan memberikan spillover pada perekonomian Indonesia.

Lantaran China adalah salah satu mitra dagang dan tujuan ekspor Indonesia bersama Amerika Serikat dan Jepang. Bahkan ada pandangan yang mengaitkan potensi masalah yang membelit Evergrande Group ini dengan krisis subprime mortgage 2008. Seperti diketahui, krisis tersebut telah menyeret Lehman Brothers ke jurang kebangkrutan dan mengakibatkan krisis keuangan yang menguncang ekonomi di dunia.

Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW), Budi Hikmat menanggapi hal tersebut. Ia menuturkan, sejauh ini regulator dan pelaku pasar masih optimistis isu gagal bayar Evergrande.

Jika pun memang terjadi gagal bayar, dampaknya pun diperkirakan tidak akan separah krisis subprime mortgage tahun 2008. Ada dua poin penting yang membedakan kedua kondisi tersebut

Pertama, permasalahan gagal bayar Evergrande  ini telah diketahui dan dapat diperkirakan sejak lama oleh pasar," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hal Lainnya

Ia menambahkan, ketika tiga seri surat utang Evergrande telah mengalami penurunan nilai sejak Mei 2021, pada Juni 2021 S&P telah men-downgrade peringkat utang mereka dan ujungnya September Evergrande disebut hampir default.

"Ada masa di mana pasar telah aware akan potensi ini dan memberikan ruang untuk mengantisipasi dampaknya,” ujar  Budi.

Budi menyampaikan poin kedua yaitu Evergrande masih memiliki cadangan lahan dan properti (land and property inventory). Yang mana jika dikonversi untuk membayar utang jatuh tempo cukup untuk menutup lubang utang tersebut.

Hal ini berbeda dengan kejadian 2008 lalu, perusahaan yang berpotensi gagal bayar hanya memiliki paper assets berupa derivatif.

Hal positif lain yang direspons pasar dan membuat isu gagal bayar Evergrande ini ditanggapi optimis adalah, Evergrande melalui keterbukaan informasi ke otoritas bursa China mereka akan tetap membayar bunga salah satu bond berdenominasi Yuan yang jatuh tempo pada 23 September 2021 sebesar 232 juta Yuan.

Selain itu, pemerintah China melalui beberapa kesempatan dikabarkan akan turun tangan dalam melakukan restrukturisasi utang Evergrande dan likuidasi sejumlah aset potensial.

“Sehingga dalam jangka pendek, kami masih optimistis potensi gagal bayar Evergrande ini hanya akan berdampak minim terhadap perekonomian Indonesia dan tidak akan se-sistemik krisis 2008,” ujar dia.

3 dari 3 halaman

Berdampak ke Pemegang Obligasi Evergrande

Ia menuturkan, masakah ini akan berdampak pada pemegang oblgasi Evergrande. Namun, apabila ke depan diketahui ternyata permasalahan semakin besar dan di luar kendali Pemerintah China, perlu diwaspadai potensi pelemahan sektor properti dan infrastruktur China setelah kejadian kejadian tersebut.

"“Karena hal ini mungkin akan berdampak pada demand ekspor komoditas Indonesia, khususnya pada ekspor iron and steel ke China yang selama ini menjadi salah satu komoditas unggulan ke negeri Tirai Bambu tersebut," ujar dia.

Oleh karena itu, walaupun kondisi saat ini masih positif, Budi mengingatkan pelaku pasar di Indonesia masih perlu memberikan perhatian dan melakukan analisa tajam untuk mengantisipasinya.

 

Reporter: Ayesha Puri

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.