Sukses

Inflasi dan Imbal Hasil Obligasi AS Bayangi IHSG, Simak Saham Pilihan Ini

Pada awal Maret 2021, investor akan menanti data indeks kinerja sektor manufaktur PMI dan tingkat inflasi sebagai indikator pemulihan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan melemah pada perdagangan saham Senin (28/2/2021). Investor akan mencermati rilis data inflasi Februari 2021.

Kepala Riset PT Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi menuturkan,  pada awal Maret 2021, investor akan menanti data indeks kinerja sektor manufaktur PMI dan tingkat inflasi sebagai indikator pemulihan ekonomi.

Investor semakin khawatir inflasi akan tumbuh lebih cepat dari harapan akan memicu stimulus lanjutan dari kebijakan moneter.

“Indeks kinerja sektor manufaktur PMI di Tiongkok terkontraksi menjadi 50,6 dari 51,3 pada Februari. Dari dalam negeri akan rilis data indeks manufacturing PMI, tingkat inflasi dan pertumbuhan pinjaman,” ujar Lanjar dalam laporannya, Senin (1/3/2021).

Ia menuturkan, IHSG diperkirakan mencoba menguat secara teknikal. IHSG akan berada di kisaran 6.188-6.262.

Sementara itu, pengamat pasar modal Hans Kwee menilai, inflasi Februari 2021 masih akan rendah seiring daya beli belum kuat.

Namun, ia menuturkan, inflasi bukan menjadi sentimen negatif di pasar. “Data dalam negeri tidak terlalu banyak pengaruh,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Yield Treasury AS Bayangi Pasar

Hans menambahkan, investor mencermati yield treasury Amerika Serikat (AS). Sentimen ini menurut Hans akan lebih banyak berpengaruh ke pasar saham. "Kalau yield tinggi di AS, valuasi saham jadi mahal,” tutur dia.

Ia menambahkan, bank sentral di kawasan Asia hingga Eropa meningkatkan upaya untuk menenangkan kepanikan pasar setelah yield US treasury naik ke level tertinggi dalam setahun.

Hans menuturkan, bank sentral akan merespons kenaikan ini dengan campuran kebijakan pembelian surat utang dan rencana intervensi. Hal ini tidak terlepas dari mulai naiknya imbal hasil obligasi beberapa negara di Kawasan Eropa akibat kenaikan yield obligasi pemerintah USA.

Hans mengatakan, kenaikan suku bunga jangka panjang yang terlalu cepat pada awal pemulihan ekonomi, bahkan jika kenaikan itu mencerminkan prospek pertumbuhan yang membaik, bisa menyebabkan penarikan dukungan terhadap kebijakan yang longar.

"Hal ini bila terjadi terlalu dini dan secara tiba-tiba dapat menganggu pemulihan ekonomi yang masih sangat rapuh,” ujar dia.

Hans menuturkan, dengan melihat trend yield government bond USD dan sebagian besar bursa saham global tertekan, IHSG akan berpotensi terkoreksi. “IHSG akan berada di level support 6.173-6.018 dan resistance di level 6.302-6.350,” ujar dia.

3 dari 3 halaman

Pilihan Saham

Untuk pilihan saham, Lanjar merekomendasikan saham yang dapat dicermati secara teknikal antara lain saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Tower Bersama Infrrastructure Tbk (TBIG), saham PT Barito Pasific Tbk (BRPT), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

Lalu saham Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Chandra Asri Tbk (TPIA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Sedangkan rekomendasi teknikal, Hans memilih saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Indotambang Rayamegah Tbk (ITMG), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.