Sukses

Kinerja Keuangan Kurang Menggembirakan, Bagaimana Nasib Saham Bakrie Telecom?

Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang evaluasi terkait laporan keuangan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dengan standar pelaporan yang berlaku.

Selain itu, BEI juga memantau upaya konkrit perseroan untuk mempertahankan keberlangsungan usaha. Hal ini seiring PT Bakrie Telecom Tbk masuk dalam jajaran emiten yang berpotensi terdepak dari BEI.

Selain itu, perseroan juga baru melaporkan kinerja keuangan hingga September 2020. Pendapatan usaha susut 24,55 persen dari Rp 4,02 triliun hingga kuartal III 2019 menjadi Rp 3,03 triliun hingga kuartal III 2020.

Pendapatan usaha bruto jasa telekomunikasi dan teknologi perseroan merosot 21,12 persen menjadi Rp 8,10 triliun hingga September 2020 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 10,27 triliun.

Dalam laporan tersebut, BTEL mencatatkan rugi bersih mencapai Rp 60,17 miliar. Berbanding terbalik dari periode yang sama pada 2019, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 7,17 miliar.

Berikut sejumlah hal terkait kinerja keuangan PT Bakrie Telecom Tbk dan potensi delisting di BEI, yang ditulis Sabtu, (23/1/2021):

1.Intip Kinerja Keuangan Bakrie Telecom hingga September 2020

Perseroan menyampaikan laporan keuangan hingga kuartal III 2020 ke BEI pada 17 Januari 2020. Dalam laporan keuangan tersebut mendapatkan opini wajar dengan pengecualiaan.

PT Bakrie Telecom Tbk mencatatkan pendapatan usaha bersih susut 24,55 persen dari Rp 4,02 triliun hingga kuartal III 2019 menjadi Rp 3,03 triliun hingga kuartal III 2020.

Pendapatan usaha bruto jasa telekomunikasi dan teknologi perseroan merosot 21,12 persen menjadi Rp 8,10 triliun hingga September 2020 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 10,27 triliun.

Dalam laporan tersebut, BTEL mencatatkan rugi bersih mencapai Rp 60,17 miliar. Berbanding terbalik dari periode yang sama pada 2019, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 7,17 miliar.

Bakrie Telecom berhasil menekan signifikan rugi usaha, yakni dari yang awalnya Rp 23,28 miliar pada Desember 2019 menjadi Rp 7,68 miliar pada September 2020.  Namun, pada saat yang sama beban keuangan mengalami pembengkakan hebat, yakni dari yang hanya Rp15 juta pada Desember 2019 menjadi Rp 71,57 miliar pada September 2020.

Kondisi tersebut diperparah oleh laba selisih kurs yang justru merosot pada September 2020 menjadi Rp 24,49 miliar, dari Rp 195,83 miliar pada 2019. Hal ini yang memangkas keuntungan perusahaan hingga berujung rugi besar.

Dalam laporan keuangan perseroan per 30 September 2020, BTEL tercatat memiliki utang mencapai Rp 9,67 triliun. Sementara aset yang dimiliki perseroan hanya sekitar Rp 4,4 miliar. Merosot dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp Rp 11,23 miliar.

Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal, lantaran tingkat kewajibannya yang lebih besar dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Dengan kondisi demikian, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyematkan 'tato' atau notasi E dan D pada BTEL.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Potensi Delisting

Saham BTEL telah disuspensi selama 20 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 27 Mei 2021. Sebelumnya, saham perseroan telah disuspensi selama 12 bulan pada 27 Mei 2020.

 Hal ini merujuk pengumuman bursa Nomor:Peng-SPT-00010/BEI.PPI/05-2019 pada 27 Mei 2019 perihal penghentian sementara perdagangan efek PT Bakrie Telecom Tbk dan peraturan bursa Nomor I-I tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa.

Bursa dapat menghapus saham perseroan tercatat apabila ketentuan III.3.1.1 mengalami kondisi, atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perseroan tercatat, baik secara finansial, atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indiksi pemulihan yang memadai.

Ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan tunai hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir. Demikian disampaikan BEI pada 19 Januari 2021.

3 dari 4 halaman

BEI Evaluasi Terkait Kesesuaian Laporan Keuangan Perseroan

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, saat ini Bursa evaluasi lebih lanjut terkait kesesuaian Laporan Keuangan Perseroan dengan standar pelaporan yang berlaku. Serta, memantau upaya konkrit Perseroan untuk mempertahankan keberlangsungan usaha (going concern). 

"Bursa juga masih menunggu penyelesaian beberapa kewajiban Perseroan kepada Bursa, sehingga Bursa belum dapat melakukan pembukaan penghentian sementara perdagangan (unsuspensi) Efek Perseroan,” ujar dia kepada wartawan, Rabu, 20 Januari 2021.

4 dari 4 halaman

Bursa Minta Publik Pantau Keterbukaan Informasi yang Disampaikan Perseroan

Nyoman membeberkan, Perseroan telah mempublikasikan rencana upaya perbaikan pada 14 Agustus 2020. Perseroan  melalui entitas anak usaha akan masuk ke beberapa bisnis baru yang telah direncanakan hingga akhir 2021 ini.

Selanjutnya pada 17 Januari 2021, Perseroan juga telah mempublikasikan Laporan Keuangan periode 30 September 2020 (audited) yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. 

"Bursa meminta publik agar terus memantau keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perseroan di website Bursa,” pungkas Nyoman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.