Sukses

Terancam Terdepak, BEI Evaluasi Laporan Keuangan Bakrie Telecom

Saham BTEL disuspensi oleh BEI pada 27 Mei 2019 lantaran perseroan mendapatkan opini disclaimer sebanyak dua kali berturut-turut dari akuntan publik.

Liputan6.com, Jakarta - Entitas Grup Bakrie di bidang telekomunikasi, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) masuk dalam jajaran emiten yang berpotensi terdepak dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Apabila tak ada upaya dari pihak perseroan, saham dengan kode BTEL itu akan terhapus dari lantai bursa pada 27 Mei 2021.

Berdasarkan ketentuan III.3.1.2, BEI dapat menghapus secara paksa saham perusahaan tercatat yang disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai atau hanya diperdagangkan di pasar negosiasi selama 24 bulan  terakhir.

Saham BTEL disuspensi oleh bursa pada 27 Mei 2019 lantaran perseroan mendapatkan opini disclaimer sebanyak dua kali berturut-turut dari akuntan publik.

Sehubungan dengan hal itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, saat ini Bursa evaluasi lebih lanjut terkait kesesuaian Laporan Keuangan Perseroan dengan standar pelaporan yang berlaku. Serta, memantau upaya konkrit Perseroan untuk mempertahankan keberlangsungan usaha (going concern). 

"Bursa juga masih menunggu penyelesaian beberapa kewajiban Perseroan kepada Bursa, sehingga Bursa belum dapat melakukan pembukaan penghentian sementara perdagangan (unsuspensi) Efek Perseroan,” ujar dia kepada wartawan, Rabu (20/1/2021).

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bursa Minta Publik Pantau Keterbukaan Informasi

Nyoman membeberkan, Perseroan telah mempublikasikan rencana upaya perbaikan pada 14 Agustus 2020. Perseroan  melalui entitas anak usaha akan masuk ke beberapa bisnis baru yang telah direncanakan hingga akhir 2021 ini.

Selanjutnya pada 17 Januari 2021, Perseroan juga telah mempublikasikan Laporan Keuangan periode 30 September 2020 (audited) yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. 

"Bursa meminta publik agar terus memantau keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perseroan di website Bursa,” pungkas Nyoman.

3 dari 3 halaman

Bakrie Telecom Catatkan Rugi

Sebelumnya, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) masuk dalam jajaran emiten yang berpotensi terdepak dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

Merujuk laman keterbukaan informasi BEI, ditulis Selasa (19/1/2021), saham Perseroan terhitung telah disuspensi selama 12 bulan pada 27 Mei 2020. Kemudian masa suspensi dilanjutkan hingga 24 bulan pada 27 Mei 2021.

Tak hanya terancam delisting oleh BEI, dalam laporan keuangan perseroan per 30 September 2020, BTEL tercatat memiliki utang mencapai Rp 9,67 triliun. Utang ini turun dari periode 2019 sebesar Rp  13,35 triliun. Sementara aset yang dimiliki perseroan hanya sekitar Rp 4,4 miliar. Merosot dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp Rp 11,23 miliar.

Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal, lantaran tingkat kewajibannya yang lebih besar dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Dengan kondisi demikian, maka BEI menyematkan 'tato' atau notasi E dan D pada BTEL.

PT Bakrie Telecom Tbk mencatatkan pendapatan usaha bersih susut 24,55 persen dari Rp 4,02 triliun hingga kuartal III 2019 menjadi Rp 3,03 triliun hingga kuartal IV 2020.

Pendapatan usaha bruto jasa telekomunikasi dan teknologi perseroan merosot 21,12 persen menjadi Rp 8,10 triliun hingga September 2020 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 10,27 triliun.

Dalam laporan tersebut, BTEL mencatatkan rugi bersih mencapai Rp 60,17 miliar. Berbanding terbalik dari periode yang sama pada 2019, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 7,17 miliar.

Bakrie Telecom berhasil menekan signifikan rugi usaha, yakni dari yang awalnya Rp 23,28 miliar pada Desember 2019 menjadi Rp 7,68 miliar pada September 2020.  Namun, pada saat yang sama beban keuangan mengalami pembengkakan hebat, yakni dari yang hanya Rp15 juta pada Desember 2019 menjadi Rp 71,57 miliar pada September 2020.

Kondisi tersebut diperparah oleh laba selisih kurs yang justru merosot pada September 2020 menjadi Rp 24,49 miliar, dari Rp 195,83 miliar pada 2019. Inilah yang kemudian memangkas keuntungan perusahaan hingga berujung rugi besar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.