Sukses

Kampung Pengok, Bukti Sejarah Perkembangan Kereta Api di Yogyakarta

Istilah pengok berasal dari frasa mempeng mbengok yang berarti rajin atau sering berteriak. Istilah pengok merupakan singkatan dari frasa tersebut karena dinilai lebih mudah dilafalkan.

OlehSwitzy SabandarDiperbarui 07 Mei 2025, 16:53 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2025, 17:00 WIB

Liputan6.com, Yogyakarta - Kampung Pengok berada di Kalurahan Demangan, Kemantren Gondokusuman, Yogyakarta. Kampung ini menyimpan jejak sejarah perkembangan kereta api di Yogyakarta dan sekitarnya.

Mengutip laman Dinas Kebudayaan Yogyakarta, meski lekat dengan sejarah perkeretaapian Yogyakarta, terdapat dua versi terkait asal-usul nama kampung ini. Versi pertama mengatakan bahwa penamaan Kampung Pengok bermula dari kebiasaan orang-orang yang bercokol di sana.

Istilah pengok berasal dari frasa mempeng mbengok yang berarti rajin atau sering berteriak. Istilah pengok merupakan singkatan dari frasa tersebut karena dinilai lebih mudah dilafalkan.

Versi lain penamaan Kampung Pengok berkaitan dengan perkembangan perkeretaapian di wilayah tersebut. Keberadaan bengkel kereta api membuat perusahaan menciptakan peluit api dengan suara nyaring. Fungsinya untuk mengatur jam kerja para buruh.

Suara peluit uap tersebut berbunyi 'ngook... ngook... ngook...', sehingga tempat tinggal para pekerja tersebut dijuluki Pengok. Pada 1997, nama Jalan Pengok diganti menjadi Jalan Kusbini sebagai bentuk penghormatan kepada komponis sekaligus seniman musik keroncong dan pernah bermukim di Pengok tersebut.

2 dari 2 halaman

Balai Yasa Yogyakarta

Jejak sejarah perkeretaapian di Kampung Pengok juga dibuktikan dengan keberadaan bangunan Balai Yasa Yogyakarta. Keberadaan kompleks bangunan bersejarah ini dilatarbelakangi oleh industri kereta api yang memerlukan jasa perawatan rutin.

Menurut catatan sejarah, perkeretaapian di Indonesia dimulai saat pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). Pencangkulan itu dilakukan pada 17 Juni 1864 di Desa Kemijen oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele.

Adapun pembangunan jalur tersebut dilaksanakan oleh perusahaan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Mereka menggunakan lebar sepur 1.435 mm.

Pada 8 April 1875, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api melalui perusahaan negara Staatssporwegen (SS). Selanjutnya pada 1914, NIS mendirikan Centraal Werkplaats (bengkel pusat) yang saat ini dikenal dengan nama Balai Yasa. Centraal Werkplaats bertugas melaksanakan overhaul lokomotif, gerbong, dan kereta.

Pada 1942, Centraal Werkplaats beserta perkeretaapian Indonesia diambil alih oleh pemerintahan Jepang. Saat itu, namanya berubah menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api).

Usai proklamasi kemerdekaan, stasiun dan kantor pusat kereta api diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Kantor Pusat Kereta Api Bandung diambil alih pada 28 September 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia.

Peristiwa ini sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI). Peristiwa besar ini juga berdampak besar terhadap bengkel kereta api yang ada di Kampung Pengok.

Awalnya, bengkel tersebut diberi nama Balai Karya. Seiring perkembangannya, namanya berubah menjadi Balai Yasa hingga saat ini.

Pada 6 Juni 1959, Balai Yasa Yogyakarta berubah fungsi menjadi bengkel Iokomotif hingga sekarang. Saat itu, peresmiannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Kepala Jawatan Kereta Api, Ir. Effendi Saleh.

Saat ini, bangunan Balai Yasa Yogyakarta di Kampung Pengok telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per. Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011. Bangunan ini menjadi bukti sejarah perkembangan industri kereta api di Yogyakarta.

Penulis: Resla

EnamPlus