Sukses

Bedakan Tengkes (Stunting) dan Pendek (Stunted)

Tengkes atau stunting bukan sekadar tinggi badan yang rendah, namun lebih kompleks.

Liputan6.com, Semarang - Tengkes bukan penyakit. Tengkes adalah dampak kekurangan gizi kronis sejak di dalam kandungan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tengkes adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial.

Ciri-ciri seorang anak mengalami tengkes dapat terlihat dari tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata anak seusianya. Namun, tengkes bukan hanya masalah tinggi badan saja, melainkan juga keterlambatan pertumbuhan kronis, seperti terlambat tumbuh gigi dan pubertas.

Pendek dapat saja disebabkan kurangnya asupan gizi, tetapi ada juga penyebab lainnya, seperti genetik, dan penyakit, seperti growth hormone deficieny (GHD), dan penyebab secara klinis lainnya. Pengertian ini sangat penting dipahami bersama untuk menghindari terjadinya stigma di masyarakat yang melabel bahwa anak pendek identik dengan tengkes.

Karena stunting (tengkes) dan stunted (pendek) berbeda, perlu hati-hati menentukan apakah seorang anak mengalami tengkes atau tidak. Tengkes bukan hanya soal pengukuran tinggi badan berdasarkan usia, melainkan juga pengamatan terhadap tumbuh kembang anak selama masa pertumbuhan, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan.

Lalu gizi macam apa yang bisa mencegah tengkes?

Menurut dr. Oki Yonatan O, Sp.GK, menyebutkan bahwa seafood merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi karena mengandung lemak jahat yang rendah.

"Seafood merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik, karena kalori seafood relatif lebih rendah dibandingkan dengan protein hewani dari binatang darat," kata dr.Oki Yonatan.

Ditambahkan bahwa seafood tergolong makanan tinggi protein, Omega 3, dan mineral serta rendah kolesterol. 

"Ini sangat baik untuk tubuh terutama dalam masa penyembuhan dan pembentukan otot," kata dr. Oki Yonatan.

Namun persoalan tengkes lebih kompleks. Seafood hanya salah satu unsur penyedia elemen gizi saja. Porsi makanan juga ikut berperan.

Menurut dr.Oki, porsi makanan gizi seimbang sebaiknya terdiri dari dua per tiga makanan pokok dengan sepertiga protein, bisa nabati atau hewani. 

"Namun, apabila memungkinkan sebaiknya konsumsi protein hewani seperti ikan atau seafood, ayam, dan daging” katanya dr. Oki.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Seafood Instan

Bagaimana dengan seafood yang sudah diolah dan menjadi makanan beku?

"Jika pengolahan baik dan bisa menjaga nilai gizi, tak ada masalah," katanya.

Kemudian dicontohkan bahwa saat ini mudah ditemui di pasaran, makanan berbasis seafood namun sudah diolah lebih praktis. Bentuknya juga menyesuaikan selera pasar.

Terbaru adalah olahan produksi CP Prima Seafood. Memilih varian masakan Korea, tersajilah Fiesta Seafood Crispy Shrimp Nugget dan Fiesta Seafood Odeng. Anjani Miranti, Head of Marketing CP Prima Seafood menyebut bahwa olahan tersebut bertujuan menyediakan alternatif asupan protein dengan bahan-bahan berkualitas dan proses lebih praktis.

"Ini menjawab kebutuhan dan keinginan konsumen untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Korean inspired culture sedang trending, maka kami memilih ini agar kesan pemenuhan gizi adalah mahal dan repot bisa diatasi," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini