Sukses

Kabar Buruk, 5 Bahasa Daerah di Maluku Telah Punah

Lima dari 62 bahasa daerah yang terdata di wilayah Provinsi Maluku dinyatakan telah punah lantaran sudah sedikit penuturnya, bahkan sudah tak ada.

 

Liputan6.com, Ambon - Lima dari 62 bahasa daerah yang terdata di wilayah Provinsi Maluku dinyatakan telah punah lantaran sudah sedikit penuturnya, bahkan sudah tak ada. Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Bahasa Maluku Sahril, Rabu (8/3//2023). Sahril mengatakan, bahasa daerah yang sudah punah antara lain bahasa Kaleyi, Masareta dari Buru, bahasa Lun, dan Nila dari Maluku Tengah, serta bahasa Piru dari Seram Bagian Barat. 

Sahril menyampaikan, meskipun masih ada warga asli yang tinggal di wilayah Kecamatan Teon Nila Sarua, Kabupaten Maluku Tengah, tetapi bahasa Nila yang berasal dari daerah itu sudah tidak banyak digunakan.

Menurut Sahril, masyarakat Nila berpencar ke berbagai daerah dan kemudian menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat di tempat tinggal baru mereka. Kondisi yang demikian membuat penutur bahasa Nila terus berkurang.

"Sedangkan bahasa Kayeli dan Masareta memang tidak ada lagi penuturnya, tetapi kami sempat mendokumentasikan bahasa daerah dalam bentuk kamus kosakata," kata Sahril dikutip laman Antara.

Dia menjelaskan bahwa menurut Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) bahasa dengan jumlah penutur di bawah satu juta dikategorikan sudah punah.

Jika dinilai berdasarkan standar tersebut, ia mengatakan, maka bahasa-bahasa daerah di wilayah Provinsi Maluku yang penduduknya kurang dari dua juta sebagian besar bisa masuk kategori punah.

"Dianggap punah karena terbatas jumlah penutur. Bahasa Melayu Ambon saat ini mencapai satu juta penutur, hal ini menyebabkan bahasa daerah lainnya hampir punah," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahasa Melayu Ambon

Sahril mengemukakan bahwa saat ini bahasa Indonesia dan Melayu Ambon lebih banyak digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat ketimbang bahasa-bahasa asli daerah Maluku.

"Di dalam keluarga sendiri orang bahasanya bercampur-campur, yakni bahasa Melayu Ambon dan bahasa daerah. Ini menjadi kendala, ancaman, mengapa bahasa daerah sulit berkembang dan lama kelamaan habis penutur dan punah bahasa," katanya.

Kantor Bahasa Maluku berupaya menghidupkan kembali bahasa-bahasa daerah di wilayah Maluku secara bertahap.

Kantor Bahasa Maluku pada 2022 berupaya merevitalisasi tiga bahasa daerah, yakni bahasa Kei dari Kabupaten Maluku Tenggara, bahasa Buru dari Kabupaten Buru, dan bahasa Yamdena dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Upaya tersebut dilanjutkan pada tahun 2023 dengan menambahkan bahasa Seram dari Kabupaten Seram Bagian Timur dan bahasa Tarangan dari Kabupaten Kepulauan Aru sebagai sasaran program revitalisasi bahasa daerah Maluku.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.