Sukses

Mahyudin: Putusan Tunda Pemilu PN Jakpus Bisa Merusak Hukum dan Tata Negara

Wakil ketua DPD RI Mahyudin, turut mengomentari putusan PN Jakarta Pusat yang meminta penundaan Pemilu sampai Juli 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait partai PRIMA, yang meminta KPU menunda Pemilu, menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Wakil ketua DPD RI Mahyudin, turut mengomentari putusan PN Jakpus yang meminta penundaan Pemilu sampai Juli 2025 itu.

Menurutnya putusan itu janggal, karena bukan kewenangan Pengadilan Negeri (PN) untuk menangani perkara proses pemilu.

"Semua gugatan terkait keputusan dan penyelenggaraan pemilu seharusnya ditujukan kepada KPU sendiri. Jika tidak bisa, maka ke Bawasulu yang berwenang memutuskan siapa yang benar dan salah. Putusan bawaslu ini pun bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," katanya menurut keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (3/3/2023).

Menurut Mahyudin, putusan PN Jakarta Pusat ini sangat merusak hukum dan tata negara yang sudah berjalan selama ini. Untuk itulah, Senator asal Kalimantan Timur ini meminta KPU untuk banding atas putusan tersebut.

"Kita meminta KPU melakukan banding terhadap keputusan PN Jakarta Pusat itu. Karena secara logika hukum dan tata negara putusan ini aneh dan mudah dipatahkan," katanya.

Apalagi tambah Mahyudin, pelaksanaan pemilu ini telah diatur sendiri di dalam undang-undang pemilu dan disebutkan pula di dalam konstitusi terkait penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali dan bersifat nasional.

"Jadi, proses hukum dan tata negara penundaan pemilu itu bukan wewenang Pengadilan Negeri di mana pun. Karena menurut undang-undang Pemilu, penundaan pemilu hanya bisa dilakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang mengalami masalah spesifik seperti bencana alam, dan sebagainya," katanya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kronologi Kisruh Tunda Pemilu

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dalam konferensi pers yang digelar virtual, Kamis kemarin (3/3/2023), mengurai kronologi upaya Partai PRIMA yang ingin lolos jadi peserta Pemilu 2024. Sebelumnya, Partai PRIMA dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) verifikasi oleh KPU.

Menurut dia, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan Pemilu 2024 harus ditunda karena gugatan perdata Partai PRIMA bukanlah upaya pertama yang dilakukan.

Hasyim lantas mengurai langkah hukum Partai PRIMA mulai dari Bawaslu hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang semuanya dinyatakan ditolak.

"Pertama, Partai PRIMA pernah mengajukan permohonan sengketa proses Pemilu terutama dalam hal kelengkapan sebagai perserta Pemilu 2024, permohonan itu pernah diajukan ke Bawaslu dengan berita acara hasil verifikasi administrasi persyaratan partai. Sengketa yang diajukan ke Bawaslu ditolak pada tahun 2022," kata Hasyim.

Dia melanjutkan, usaha Partai PRIMA tidak berhenti. Mereka membawa objek sengketa yang sama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Rentang waktunya, pada saat itu adalah November 2022.

Namun hasilnya senada, PTUN Jakarta menyatakan tidak dapat mengadili dan memutus objek sengketa yang diajukan oleh Partai PRIMA.

"Dalam hal itu PTUN yang menyatakan yang pada pokoknya tidak berwenang memutus perkara tersebut karena objeknya masih berita acara, jadi PTUN Jakarta merasa tidak berwenang karena objeknya bukan putusan KPU," jelas Hasyim.

Kemudian, sambung Hasyim, Partai PRIMA mencoba membawanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kali ini, Partai Prima menggugat KPU melalui jalur perdata pada 8 Desember 2022. Sengketanya adalah Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU saat proses tahapan verifikasi partai.

Pada upaya kali ini, Partai PRIMA berhasil menang dan KPU mendapat sejumlah vonis yang salah satunya perintah penundaan Pemilu 2024.

"Pada putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum KPU dengan membayar denda Rp 500 juta dan menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan 7 hari," urai Hasyim.

KPU akan Melakukan Upaya BandingHasyim mengaku belum dapat berkomentar banyak soal putusan dari upaya hukum terakhir yang dilakukan Partai PRIMA melalui jalur perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Meski demikian, berdasarkan informasi yang diterima KPU saat ini, nantiny KPU akan melakukan banding terhadap putusan terkait.

"Kami belum mendapat salinan putusannya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KPU akan menunggu dulu salinan resminya. Namun kami di internal sudah membahas dan akan melakukan upaya hukum berikutnya (banding) ke pengadilan tinggi," kata Hasyim.

Berikut putusan lengkapnya:

Dalam Pokok Perkara:

1. Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat;

3. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

4.Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;

5.Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari

6.Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

7.Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.