Sukses

Mengenal Benteng Tertua di Indonesia Tempat Pengasingan Diponegoro

Benteng Jumpandang dibangun oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang saat itu menjabat sebagai Raja Gowa X.

Liputan6.com, Makassar - Benteng Ujung Pandang atau Jumpandang atau yang juga dikenal sebagai Fort Rotterdam merupakan benteng tertua di Indonesia. Benteng ini dibangun pada 1545.

Dikutip dari laman cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Benteng Jumpandang dibangun oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang saat itu menjabat sebagai Raja Gowa X. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke laut. Penyu merupakan hewan yang dapat hidup di laut dan di darat.

Filosofi tersebut yang sepertinya ingin dipetik Kerajaan Gowa, Kerajaan Gowa berjaya di darat dan laut. Awalnya, benteng ini berbentuk segi empat, layaknya benteng bergaya Portugis yang dibangun dengan bahan dasar campuran batu dan bata.

Kemudian, Raja Gowa XIV, I Mangerangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin, membuat tembok dengan batu padas hitam pada 1634. Bahan pembuat benteng ini yang didatangkan langsung dari Gowa, yakni berupa batu karang, dan bata.

Ditambah lagi dengan pasir yang digunakan sebagai perekat. Pembangunan di benteng ini dilakukan secara terus menerus.

Sayangnya, benteng ini rusak akibat serangan VOC yang dipimpin oleh Admiral Cornelis Janszoon Speelman pada 1655-1669. Saat mendapat serangan tersebut, Kerajaan Gowa tengah dipimpin oleh Sultan Hasanuddin.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berganti Nama

Kerajaan Gowa mengalami kekalahan, hingga akhirnya pada 8 November 1667 Raja Gowa harus menyerahkan bentang tersebut kepada VOC. Setelah diserahkan kepada VOC, Benteng Jumpandang berganti nama menjadi Fort Rotterdam, yang merupakan kota kelahiran dari Speelman.

Gubernur Jendral Speelman, kemudian membangun kembali benteng yang sebagian hancur dengan gaya arsitektur Belanda. Setelah itu, benteng ini digunakan untuk markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan.

Pangeran Diponegoro juga pernah ditawan di benteng ini sejak 1833 hingga wafat pada 8 Januari 1855. Di tempat ini pula Pangeran Diponegoro menulis tentang budaya Jawa.

Catatan yang saat itu ditulis oleh Pangeran Diponegoro tentang wayang, mitos, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Saat masa penjajahan Jepang, benteng ini digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pertanian dan bahasa.

Lalu, pada 1945-1949, tempat ini digunakan sebagai pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Indonesia. Benteng ini juga sempat menjadi tempat tinggal anggota TNI dan warga sipil sebelum kembali jatuh ke Belanda pada 1950. Belanda membentuk Pusat Pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) untuk mengalahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.