Sukses

6 Ragam Ritual Tolak Bala di Indonesia

Di beberapa daerah, ritual tolak bala sering kali dilakukan secara komunal atau berkelompok

Liputan6.com, Yogyakarta - Dalam hal spiritualitas, masyarakat Indonesia masih percaya akan leluhur. Salah satu wujud kepercayaan tersebut adalah adanya aneka ragam ritual tolak bala.

Bala bisa diartikan sebagai musibah atau bencana. Jadi, tolak bala mengandung makna sebuah ritual untuk menolak segala musibah dan bencana. 

Sebenarnya, ritual tolak bala bisa dilakukan secara personal, seperti nyengkalani, puasa weton, hingga menembangkan kidung tolak bala. Namun, di beberapa daerah, ritual tolak bala sering kali dilakukan secara komunal atau berkelompok.

Berikut enam ragam ritual tolak bala di Indonesia:

1. Kenduri

Kenduri merupakan bentuk selamatan tolak bala yang paling populer di Indonesia. Masyarakat Melayu menyebut tradisi ini dengan kendurai.

Sementara itu, di daerah Jawa Barat dan Jakarta mengenal ritual ini dengan sebutan kenduri. Adapun masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya sebagai kenduren.

Ritual ini umumnya dilakukan dengan cara berkumpul dan berdoa bersama. Doa bersama ini biasanya dipimpin oleh tetua adat dan dilanjutkan dengan makan bersama.  

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mekotek

2. Mekotek

Ritual mekotek hanya dilakukan oleh masyarakat adat di Mengwi, Kabupaten Badung. Tradisi ini dilaksanakan setiap enam bulan sekali atau setiap 210 hari menurut penanggalan Bali.

Dalam ritual ini para warga akan membentuk kerucut dari tongkat kayu sepanjang 2-3 meter di beberapa titik kampung. Kemudian, seseorang akan berusaha memanjat ke puncak kerucut tersebut.

Saat puncak acara, seluruh warga berkumpul di sumber air untuk mendapatkan tirta suci yang telah didoakan oleh pemuka adat. Mekotek dilakukan dengan harapan agar seluruh warga dihindarkan dari bencana wabah penyakit.

3. Rebo wekasan 

Ritual Rebo wekasan merupakan wujud sinkretisme yang unik di nusantara. Adat ini berasal dari ajaran agama Islam yang mempercayai hari Rabu terakhir pada bulan Sela sebagai hari baik untuk melangitkan doa dan harapan.

Kepercayaan tersebut dikombinasikan dengan kebiasaan selamatan masyarakat lokal. Ritual ini dikenal oleh masyarakat yang tinggal di Sumatera, Jawa, hingga sebagian Nusa Tenggara.

Secara garis besar, ritual ini mirip dengan kenduri. Hanya saja, dalam ritual Rebo wekasan terdapat lontong raksasa di setiap ritualnya. 

 

3 dari 3 halaman

Ruwat Bumi

4. Ruwat bumi

Sama seperti kenduri, ruwat bumi juga dikenal oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di Pulau Jawa. Ritual ini umumnya dilakukan setahun sekali, yakni di bulan Sura.

Namun, ada juga yang melaksanakan ritual ini di luar bulan Sura. Ruwat bumi rutin dilaksanakan dengan harapan agar manusia dan bumi bisa saling menjaga.

5. Sedekah laut

Hampir sama dengan ruwat bumi, sedekah laut dilakukan rutin setahun sekali dengan harapan agar manusia dan laut dapat bersahabat dan saling menjaga. Ritual sedekah yang dikenal oleh hampir semua masyarakat pesisir di nusantara ini umumnya ditandai dengan melarung (menghanyutkan) sesaji ke tengah laut sebagai puncak acara. 

6. Suran

Ritual suran dikenal oleh hampir seluruh masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Namun, setiap daerah memiliki ragam ritual yang berbeda.

Sama seperti ruwat bumi, suran hanya dilakukan setahun sekali pada bulan Sura. Ritual suran yang paling populer adalah ritual yang dilaksanakan di Kraton Yogyakarta dan Surakarta.

Suran sebagai ritual tolak bala di kedua kraton tersebut masih menjadi acuan pelaksanaan ritual di berbagai daerah. Ritual ini dilakukan dengan harapan agar seluruh wilayah beserta warganya terhindar dari segala bencana.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.