Sukses

Kejar Pembuatan Kode Etik, Sudah Saatnya Tukang Cukur Naik Kelas Jadi Profesi

Sebagai organisasi profesi yang mewadahi para tukang cukur, kehadiran kode etik dinilai penting sebagai bahan acuan dalam mengatur mereka.

Liputan6.com, Garut - Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat mendorong kalangan organisasi tukang cukur rambut memiliki kode etik, sebagai acuan mereka menjadi sebuah lembaga profesi yang profesional.

Wakil Bupati (Wabup) Garut, Helmi Budiman mengatakan sebagai profesi mulia, para tukang cukur rambut hingga kini belum memiliki kode etik atau aturan baku, untuk mengatur kehidupan mereka.

"Organisasi profesi itu harus ada kode etik," ujar Helmi saat Pelantikan dan Serah Terima Jabatan (Sertijab) Ketua Umum Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG), beberapa waktu lalu.

Menurutnya, sebagai organisasi profesi yang mewadahi para tukang cukur, kehadiran kode etik dinilai penting sebagai bahan acuan dalam mengatur mereka.

"Kode etik itu kalau pesenan misalkan gundul, jangan dicukur panjang, atau kalau misalkan jangan pendek-pendek dikasih gundul kan enggak boleh, harus ada kode etiknya," ujar dia mengingatkan.

Selain itu, kehadiran kode etik bisa menjadi acuan para tukang cukur, memberikan pelayanan jasa yang profesional sesuai dengan ketentuan.

"Mencukur itu kalau belum diajarkan, belum dilatih sulit, saya waktu kecil saya pernah diajarkan nyukur tapi teu bisa-bisa," ujar dia sedikit bercanda.

Dengan adanya kode etik, Helmi berharap organisasi profesi tukang cukur mampu menghasilkan tukang cukur handal sekaligus pengusaha yang di bidangnya.

"Harus ada yang punya brand (merek) atau punya physical appearance (penampilan fisik) yang meyakinkan,” ujar dia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelatihan Khusus dan Bersertifikat

Untuk mendukung terciptanya para tukang cukur andal dari tanah Garut, Helmi berharap organisasi PPRG memiliki sekretariat untuk menaungi mereka.

"Mungkin juga punya tempat pelatihan khusus misalnya," ujar dia.

Hal senada disampaikan Rudi, pendiri sekaligus penasihat PPRG. Menurutnya, sudah seharusnya para tukang cukur memahami kode etik profesi untuk menjadi tukang cukur profesional.

Rudi, menyatakan kode etik profesi cukur sudah menjadi keharusan di bidang pemotongan rambut.

"Etika profesi cukur itu harus selalu dikedepankan dan menjadi nomor satu," pinta dia.

Selain kode etik, beberapa keahlilan yang harus dimiliki seniman cukur rambut yakni penerapan lingkungan kerja yang bersih, aman, dan sesuai dengan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja, hingga penguasaan teknik dasar seorang barber man.

"Kami akan menawarkan ke sekolah-sekolah untuk mengadakan ekstrakurikuler (bidang cukur rambut), mudah-mudahan pihak sekolah pun responnya bagus," ujar Ketua Umum PPRG Periode 2021-2026, Abdul Manan menambahkan.

Upaya itu dinilai tepat dalam upaya menghasilkan regenerasi seniman tukang cukur yang handal di Garut, termasuk bekal mereka saat merantau ke luar kota. "Kalau bisa kami akan bersertifikat," kata dia.

Terakhir, Abdul berharap lahirnya seniman cukur andal dengan pemahaman kode etik, menjadi solusi dalam membuka ruang kerja bagi masyarakat.  

"Kami pun akan menyediakan payung hukumnya, jika si owner merasa dilindungi atau kalau tidak sesuai, mereka bisa komplain kepada kami kepada PPRG," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.